Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2013

Mencari Damai bagian 5

—-                            Ini entah dimana, aku hanya tahu barusan kami baru saja melewati sebuah air terjun dengan nama Coban Pelangi. Jalanan lengang. Matahari semakin lama semakin meredup. Perjalanan ini persis seperti Frodo yang berusaha ke Mordor.                 Aku menikmati dua hal dari perjalanan naik jeep ini. Pertama, aku menikmati udara sejuk, warna-warna hijau dan kuning dari pepohonan, awan yang tebal berarak tak beraturan di langit. Dan, coba tebak. Ya, Nindya. Nindya menikmati lehernya yang diterpa angin kencang. Tangannya di sana, bersentuhan dengan tanganku yang sudah sedingin es. Aku bisa merasakan bahwa itu adalah tangannya karena aku melirik sedikit. Aku ingin sekali bisa menggenggam tangan Nindya lagi. Aku memakai kacamata hitamku. Aku sekarang mengerti mengapa kacamata menjadi salah satu barang bawaan yang tidak boleh tertinggal. Dan mungkin Nindya memberikanku peluang untuk mencuri pandang tanpa harus ketahuan olehnya.                

Mencari Damai bagian 4

——                 “Malang, stasiun baru! Malang stasiun baru! Malang!” Suara salah seorang petugas kereta menggelegar di telinga kami. Seolah pria itu tahu aku harus berhenti di stasiun ini. Mata kiriku menangkap wajah Nindya yang tertidur sedikit buram. Aku menempelkan mataku di kaca kereta ini untuk tidur. Saking lelahnya, aku tidak merasa terganggu. Kereta sedang berhenti.                 “Nind. Nind.” Kataku. Mengguncang tangan Nindya. Nindya masih menutup matanya. Mulutnya sedikit terbuka dan giginya nongol malu-malu dari celah bibirnya. Darahku berdesir. Menatap Nindya seperti ini, ah, selalu manis. “Nindya…” Aku sekarang memberanikan diri menggenggam tangan Nindya sambil mengusap punggung tangannya dengan ibu jariku. Rena terbangun.                 “Nind. Ini dimana yah? Kok keretanya berhenti?” Tanya Rena sambil mengucek matanya.                 “MALANG STASIUN BARU!” Teriak petugas kereta. Kali ini dari ujung gerbong tapi tidak kalah keras dari sebelumnya.

Mencari Damai bag 3

—————                 Nindya memintaku datang ke kampus untuk membicarakan tentang pendakian yang akan dimulai beberapa hari lagi. Nindya berhasil mengajak setidaknya 5 orang dalam perjalanan itu. Keseluruhannya adalah perempuan. Tapi Nindya bisa jadi dihitung sebagai laki-laki, karena dia tentunya sudah sering naik turun gunung, bukan?                 Dan disanalah Nindya duduk. Kami membentuk lingkaran agar mudah memusatkan obrolan. Kami terpisah 3 orang baik di bagian kanan dan kirinya. Kami bersebrangan. Aku diam memperhatikan apa yang dibicarakan olehnya. Nindya beberapa kali mengulang bawaan yang menurutnya tidak boleh tertinggal.                 Nindya bilang, “ini gunung 3676 meter di atas permukaan laut. Jangan macem-macem!” Nindya pantas mengucapkan hal itu, 4 orang yang berhasil diajak Nindya itu belum pernah naik gunung, mana pun, seumur hidupnya. Dan seperti kataku sebelumnya, tanpa diminta, Nindya sudah menjadi ketua kelompok. Tidak ada yang protes, ka

Mencari Damai bagian 2

————                 Seminggu setelah obrolanku dengan Nindya. Aku sengaja membiarkan status obrolan di facebook ku dalam keadaan nyala. Aku ingin Nindya segera menghubungiku kembali. Tapi tak ada tanda-tanda, setidaknya sampai detik ini. Aku bolak-balik membuka profil facebook nya. Setiap kali Nindya memperbarui statusnya, aku selalu berusaha ada untuk mengomentari statusnya itu. Tapi tak ada tanda-tanda bahwa dia akan menghubungiku kembali.                 Iseng aku membuka profil Nindya hingga ke bagian paling bawah, yang terbaru adalah di tahun ini. Karena jelas ini adalah akun facebook nya yang baru. Tidak ada kiriman-kiriman yang pernah kukirimkan padanya sebelum dia berpacaran dengan pacarnya yang sekarang. Hanya ada pemberitahuan dari dua tahun yang lalu bahwa Nindya mulai berpacaran dengan pria itu.                 Dua tahun lalu. Nindya memutuskan untuk masuk klub pecinta alam, meski pun Nindy a berkeras bahwa dia adalah seorang penikmat alam, bukan seorang

Mencari Damai bagian 1

—-                 Tidak ada perubahan. Masih friend request sent dan aku masih juga belum bisa mengiriminya pesan agar dia segera menyetujui permintaan pertemananku. Entah sudah berapa kali gadis itu menghapus pertemanannya denganku. Dan entah sudah berapa kali juga aku menambahkannya sebagai teman. Ini seperti ritual. Ketika gadis itu merasa terganggu olehku, dia akan menghapus pertemanannya denganku, tapi setelah beberapa… ya bisa kubilang bulan, maka dia akan menyetujuinya lagi.                 Kali ini, sudah hampir setahun sejak obrolan terakhirku di sosial media dengan gadis itu. Dia bahkan sudah membuat akun facebook baru. Menurut kabar dari teman kami, gadis itu membuat akun baru karena bosan dengan akun lamanya. Bisa jadi maksudnya adalah bosan mendapati friend request dariku. Yah, kurang lebih seperti itu.                 Aku menutup akun facebook ku dengan malas. Tapi kemudian, ada angka satu berwarna merah di simbol notifikasi. Aku keburu menutup jendela