————
Seminggu setelah obrolanku dengan Nindya. Aku sengaja membiarkan status obrolan di facebookku
dalam keadaan nyala. Aku ingin Nindya segera menghubungiku kembali.
Tapi tak ada tanda-tanda, setidaknya sampai detik ini. Aku bolak-balik
membuka profil facebooknya. Setiap kali Nindya memperbarui
statusnya, aku selalu berusaha ada untuk mengomentari statusnya itu.
Tapi tak ada tanda-tanda bahwa dia akan menghubungiku kembali.
Iseng aku membuka profil Nindya hingga ke bagian paling bawah, yang terbaru adalah di tahun ini. Karena jelas ini adalah akun facebooknya
yang baru. Tidak ada kiriman-kiriman yang pernah kukirimkan padanya
sebelum dia berpacaran dengan pacarnya yang sekarang. Hanya ada
pemberitahuan dari dua tahun yang lalu bahwa Nindya mulai berpacaran
dengan pria itu.
Dua tahun lalu. Nindya
memutuskan untuk masuk klub pecinta alam, meski pun Nindy a berkeras
bahwa dia adalah seorang penikmat alam, bukan seorang pecinta. Saat itu
ada seorang kakak kelasnya yang berusaha mendekati Nindya. Aku cemburu,
kemudian tanpa persetujuan Nindya, aku memasukkan nama Nindya ke dalam
daftar nama mahasiswa yang akan mengikuti bakti sosial selama satu
minggu di sebuah desa yang kekurangan fasilitas pendidikan.
Aku pikir
bahwa itu adalah cara terbaik agar Nindya jauh dari kakak kelasnya itu.
Tapi aku salah, Nindya tidak menyukai kakak kelasnya yang itu. Dan
Nindya juga marah karena aku secara sepihak mendaftarkan namanya ke
dalam relawan bakti sosial. Nindya sudah merencanakan pendakiannya ke
Ciremai. Entah kenapa waktu itu aku begitu marah saat Nindya bilang
bahwa dia sudah merencanakan pendakian, aku mengusir Nindya dari
kepanitiaan dan mencap Nindya sebagai orang yang tidak bertanggung
jawab.
Nindya lagi-lagi tidak
marah. Dia hanya mengiyakan bahwa dirinya memang bukan orang yang
bertanggung jawab dan dia keluar dari kepanitiaan. Aku pergi dengan
bakti sosial dan Nindya ke Ciremai. Saat itu justru dia bertemu dengan
pacarnya, jatuh cinta kemudian. Ah, tidak perlu lebih lanjut
kuceritakan. Karena aku juga tidak begitu tahu cerita lanjutannya.
Pria itu adalah pacar
pertama Nindya. Dan bagian yang paling kubenci adalah ketika orang-orang
menyebutkan bahwa pria itu adalah calon suami Nindya. Pernyataan itu
membuat kesempatanku untuk mendapatkan Nindya seolah tertutup rapat. Aku
benci.
Nindya’s tagged you in a note.
Adalah notifikasi terbaru yang kudapat dari Nindya. Apakah aku sudah
bercerita bahwa Nindya suka membuat puisi? Ya, Nindya selalu membuat
puisi. Bisa dilihat di facebooknya, tulisannya jauh lebih
banyak dari statusnya. Puisi-puisi Nindya, biasanya paling ampuh
membuatku geer. Itu juga yang membuatku tidak menyerah mendapatkan
Nindya, karena aku yakin Nindya pun menyukaiku, tapi ada alasan mengapa
dia tidak juga mengakuinya.
Isi tulisan yang
Nindya tandai padaku bukan tentang puisi. Dia menandaiku dalam sebuah
catatan barang-barang yang perlu dibawa dan jadwal perjalanan kami.
Tidak perlu ditanya, Nindya tanpa ditunjuk sudah berlaku layaknya
pemimpin di dalam kelompok.
“Udah ngajak berapa orang, Rian?”
“Aku udah ajak, tapi
enggak pada mau. Soalnya mereka sibuk katanya.” Jawabku bohong. Aku
memang sengaja tidak mengajak siapa pun, aku sebenarnya ingin merasakan
berdua dengan Nindya. “Pacar kamu ikut, Nind?”
“Enggaklah. Dia kerja. Kejar setoran buat biaya nikah. Hehe.”
Hehe adalah
tawa khas Nindya. Di aslinya, Nindya akan terkekeh benar-benar dua kali,
tersenyum dengan selalu memamerkan deretan giginya. Bahunya akan
berguncang dua kali, mengikuti tawanya. Setelah itu dia akan menutup
senyum dan deretan giginya lagi dan kembali dengan wajah serius. That’s my Nindya.
“Memang kamu jadi
nikah sama dia?” Tanyaku. Pertanyaan bodoh. Retoris sekali! Tentu saja
jadi. Nindya tidak akan mungkin salah memilih pacarnya. Dua tahun
berpacaran tidak mungkin dilalui hanya untuk main-main.
“Minta doanya aja.”
“Aku diundang enggak?”
“Enggak ah.”
Sudah pasti. Itu
adalah jawaban paling jelas yang akan kudapat. Siapa aku? Berapa kali
aku mengecewakan Nindya? Nindya mungkin tidak pernah membahas
kesalahanku, tapi Nindya pasti mengingat setiap detil kesalahan yang
kubuat padanya. “Kenapa Nind?”
“Aku masih inget
kata-kata kamu. Dulu kamu pernah bilang kamu bakal ngeracun tikus cowok
yang nikah sama aku selain kamu. Aku jelas enggak akan ngundang kamu.”
Sakit memang. Tapi apa
kabar baiknya? Nindya mengingat sumpahku dengan jelas. Itu berarti
bahwa Nindya sebenarnya menyimpan perasaan padaku. Mana mungkin dia
susah-susah mengingat sumpahku tanpa alasan?
“Rian, aku off dulu. Bye.”
Lalu aku menunggu lagi Nindya memperbarui statusnya, membolak-balik profil facebooknya hingga aku hafal di tanggal berapa saja Nindya memperbarui facebooknya dan siapa saja yang paling sering berkirim komentar dengannya.
Mungkin ini karma
karena aku sudah mencampakkan pacarku di SMA begitu saja. Tapi aku juga
tidak bisa membohongi perasaanku, aku bahkan sudah mengelak sekuat
tenaga untuk tidak mencintai Nindya, apa daya?
Comments
Post a Comment