Skip to main content

Posts

Showing posts from August, 2010

air mata kemarin

Aku tersungkur dalam kegelapan... Mataku terbutakan oleh makanan yang ada didalam perangkap... oleh siksaan dalam kata-kata manis... Aku hanya ingin menyendiri... menangis didalam hujanku setiap hari tanpa memperdulikan sekelilingku Aku hanya ingin berteriak... "KEMBALIKAN DUNIAKU !" hingga aku bertanya... "Memangnya... Seperti apa duniaku ? Apakah duniaku yang sebelum ini lebih baik ? Tidak... Dulu aku menangis dalam hujan... Tanpa alasan... Merasa tersakiti... oleh kata-kata yang tak terucapkan... Merasa sendirian... padahal tak seorangpun meninggalkanku... karena aku memang hidup sendirian... Merasa jauh... sebenarnya aku berada ditengah kesunyian dan tak pernah ada seseorang disampingku." Aku berdoa untuk... seseorang yang kucintai... tapi... siapa ? aku bahkan tak bertemu dengan siapapun selama ini. lalu... siapa yang kucintai ? apakah dia adalah orang yang menatapku saat aku melihat diriku didalam cermin ? "Aku

8...9...10... udah belom?

Kemaren ini ta baca novel teenlit yang judulnya 8... 9... 10... udah belom, buku ini udah lama beredar di rumah dan engga ada yang baca kecuali ibu ta, tapi waktu itu ta lagi nungguin printer ngprint tugas ta yang ngbludak! nah pas ngeliat novel itu, muncul rasa iba dan akhirnya ta pegang novel itu tanpa niat sedikitpun buat baca. "Hmm... 8... 9... 10... udah belom, novel apaan nih?" kata ta, terus ta taro lagi di tumpukan koran yang mau di buang (kasian banget yah ney novel). Terus karena si printer ta masi lama ngprint-nya, ta akhirnya megang si novel ini lagi dan kali ini dibuka isinya tepat di halaman 12, pas baca kata-kata disana, ta tersentuh... soalnya disana ada kata-kata ejekan dan ta paling benci kata-kata ejekan dimana engga ada yang nolongin, akhirnya ta baca sampe halaman 15 dan pas kertas tugas ta selesai di print, si novel malang ini engga ta balikin ke tumpukan koran yang mau di buang, ta bawa masuk ke kamar, ta baca sampe akhir sambil tiduran. Ceritanya d

Dialog antara Tuhan dan aku

---Ketika aku sudah menjatuhkan pilihan Tuhan merangkul pundakku, berbicara dengan suaranya yang lembut dan halus, "Aku sedang mempersiapkan sebuah hadiah untukmu." katanya. Aku tersenyum, "Hadiah apa, Tuhan?", diapun menjawab, "Oh, kau telah menlihat kisi-kisi hadiahnya, begitu indah, bukan? Itu adalah hal yang paling kau inginkan selama ini, aku tak perlu lagi menjelaskan tentang apa isi hadiah itu." "Ya, Tuhan. Apakah dia adalah hadiahku?" "Kau menginginkannya?" "Ya, sangat." "Percayalah padaku, seperti dahulu, seperti biasanya, dan seperti yang akan terus kau lakukan, kau harus mempercayaiku... Aku tak pernah mengecewakanmu, bukan? Kujamin, hadiahku takkan ada satu goresanpun yang akan membuatmu merasa merugi. Jika kau inginkan dia, kau bisa memilikinya, tapi kau akan mengerti... Bahwa kau layak mendapatkan lebih, lebih dari apa yang kau miliki sekarang." Aku merenung, memikirkan tentang tawaran Tuha

renungan sahur

Setiap tahun, setiap Ramadhan, aku selalu sahur di rumah, tak pernah sekalipun terlewat tanpa sahur bersama keluargaku di rumah, di atas meja makan yang sudah ada bahkan sebelum ibuku lahir. Selalu makan masakan ibuku dan selalu berbicara panjang lebar tentang mimpiku tadi malam, mimpi adikku, film tadi malam atau bahkan mengulang kejadian lucu di saat taraweh bersama. Selalu seperti itu, tak pernah kulewatkan seharipun tanpa itu. Hingga akhirnya 17 agustus 2010 adalah sahur pertamaku di luar rumah, langkahku begitu berat ketika aku harus menyusuri jalan raya di jatinangor yang sepi bersama 2 adik kelasku. Saat kami memasuki sebuah rumah makan, aku melihat makanan yang tersedia disana, tak ada yang menarik untuk kumakan, sempat aku berpikir untuk sahur hanya dengan biskuit dan air putih, tapi kuurungkan niatku karena hari itu adalah hari besar, akan menjadi hari yang panjang di sejarah bulan ramadhanku. Akhirnya aku menjatuhkan pilihan di soto lobak dan telur balado, karena tak ada m

"Kejujuran yang kutertawakan"

" Bagaimana kita bisa hidup didunia ini jika kejujuran itu ditertawakan? " -Botchan- Siang itu, seorang anak menghampiriku. Mukanya lesu dan bibirnya pucat. Dia berdiri dihadapanku dan dengan suara setengah berbisik, dia bicara padaku, "Teh, hari ini saya ga puasa soalnya saya lagi sakit, boleh ga kalo saya minum obat?" "Ya boleh aja, sok sana minum obatnya..." Kataku. Kemudian anak itu berterimakasih padaku dan pergi. Tak lama kemudian, aku melihatnya menelan beberapa butir obat dan meneguk air di botol. Saat aku sedang diam dan memperhatikannya dari kejauhan, aku justru mulai menertawakan kejujuran anak tadi. Untuk apa dia mengaku padaku bahwa dia sedang tak berpuasa dan meminta ijinku untuk meminum obat? Apakah karena aku seniornya maka dia merasa lebih takut padaku daripada takut pada Tuhan? Perutku serasa digelitiki oleh ribuan tangan jahil dan aku mulai tertawa sambil menghela nafas panjang. Mengapa aku harus menertawakan kejujuran anak tadi?