Skip to main content

Mencari Damai bagian 1

—-
                Tidak ada perubahan. Masih friend request sent dan aku masih juga belum bisa mengiriminya pesan agar dia segera menyetujui permintaan pertemananku. Entah sudah berapa kali gadis itu menghapus pertemanannya denganku. Dan entah sudah berapa kali juga aku menambahkannya sebagai teman. Ini seperti ritual. Ketika gadis itu merasa terganggu olehku, dia akan menghapus pertemanannya denganku, tapi setelah beberapa… ya bisa kubilang bulan, maka dia akan menyetujuinya lagi.
                Kali ini, sudah hampir setahun sejak obrolan terakhirku di sosial media dengan gadis itu. Dia bahkan sudah membuat akun facebook baru. Menurut kabar dari teman kami, gadis itu membuat akun baru karena bosan dengan akun lamanya. Bisa jadi maksudnya adalah bosan mendapati friend request dariku. Yah, kurang lebih seperti itu.
                Aku menutup akun facebookku dengan malas. Tapi kemudian, ada angka satu berwarna merah di simbol notifikasi. Aku keburu menutup jendela akun facebook. Aku segera membuka jendela baru dan membuka situs facebook. Nindya accepted your friend request, you’re now friends with Nindya, see Nindya’s profile.
                Loncat, adalah hal pertama yang kulakukan. Meski pun aku sedang duduk. Aku membanting punggungku ke kursi sambil mengepalkan tanganku kemudian ber-yes yes yes ria di depan komputer. Aku tidak peduli apa pun lagi. Aku harus meluapkan rasa bahagiaku ini.
                PLUK! Bunyi sebuah obrolan baru di facebookku. Aku mengamati obrolan yang baru muncul. Nama yang tidak kusangka, Nindya Permata Sari. Aku menggeser mouseku, tak ingin terlambat sedetik saja membalas pesan Nindya.
                “Rian, bulan depan sibuk nggak?”
                Inilah yang kusuka dari gadis itu. Dia mudah melupakan masalah, dia tidak perlu basa-basi-busuk, meminta maaf atau apa pun. Dia hanya perlu mengawali sebuah percakapan. Bahkan dengan ‘halo’ sekali pun.
                Dia adalah Nindya, gadis yang aku sukai dari aku masuk ke jurusan Sastra Jepang. Seorang gadis yang pendiam, tapi entah kenapa pendiam itu hanya sebuah kesan yang segera ditinggalkan ketika Nindya sudah mengawali sebuah percakapan. Dia akan bercerita tentang banyak hal, terlalu banyak untuk seorang yang baru mengenalnya.
                Dan aku jatuh cinta padanya. Padahal aku sudah memiliki seorang pacar sejak aku masih SMA. Tapi, si cupid memang bodoh. Aku melupakan kekasihku untuk mendekati Nindya. Awalnya mulus, hingga kemudian pacarku itu melabrak Nindya. Nindya tidak marah, dia hanya bilang bahwa aku telah menyia-nyiakan pertemanan dengannya.
                Ya, JLEB. Itu adalah hal pertama yang aku rasakan. Aku lebih suka Nindya cemburu daripada Nindya tidak merasakannya sama sekali. Itu adalah pertama kalinya Nindya menghapus pertemanannya denganku di sosial media. Setelah 6 bulan, Nindya menerima pertemananku lagi kemudian menghapusnya lagi karena aku berulah.
                Aku memang memaksakan perasaanku pada Nindya. Aku tidak berharap bahwa aku tidak mencintai Nindya. Aku justru bersyukur, hanya saja aku merasa sedih karena Nindya sepertinya menganggapku hanya sebatas teman. Seperti ada sebuah dinding terbuat dari kaca yang menghalangi perasaan Nindya untukku.
                “Engga, kenapa Nind? Oh ya, makasih yah udah dikonfirmasi pertemanan aku. Gimana kabar, baik?”
                ENTER. Aku mengirim pesan balasan super panjang. Aku tidak sabar menanyakan kabarnya. Sudah 4 tahun aku mengenal Nindya. Minggu kemarin kami baru saja wisuda. Dari kerumunan mahasiswa dan mahasiswi, aku bisa melihat Nindya dengan baju toganya yang kebesaran. Aku mencoba menghampirinya, sekedar meminta foto berdua dengannya sebagai kenang-kenangan. Tapi aku kehilangan Nindya. Ah, sebenarnya bukan kehilangan Nindya, aku memang tidak pernah mendapatkan Nindya sejak awal. Nindya digandeng pacarnya.
                “Aku mau naik gunung, Rian. Kamu mau ikut enggak?”
                “Tanggal berapa tepatnya, Nind?”
                “Mungkin pertengahan, sekitar tanggal 15. Bisa?”
                “Bisa. Berangkatnya sama siapa aja, Nind?”
                “Aku baru ngajak kamu aja sih. Tapi nanti aku ajak yang lain juga. Kamu boleh kok kalo mau ngajak temen kamu. Lebih banyak lebih asik.”
                Itu adalah pesan Nindya yang sesungguhnya. Tapi mataku berhenti dua kata, sebelum sih dan sebelum titik. KAMU AJA. Stop. Itu benar-benar membahagiakanku.
                “Rian, kamu enggak mau nanya kita mau ke gunung mana?”
                “Oh iya, lupa.” Jawabku. Padahal aku memang tidak peduli. Kemana pun, asal bisa bersama Nindya. “Kemana, Nind?”
                “Mahameru, Rian.”
                DEG. Jantungku seolah berhenti berdetak. Nindya serius dengan ucapannya beberapa tahun lalu. Dia selalu bercerita tentang sebuah gunung di dalam novel 5 sentimeter. Meski pun Nindya tidak begitu percaya dengan 5 sentimeter itu, Nindya ingin sekali pergi ke Mahameru. Sejak Nindya mengucapkan keinginannya itu, Nindya rajin naik gunung. Hal itu yang kubenci dari Nindya, karena dia bertemu dengan pacarnya ketika dia naik gunung.
                “Gimana, Rian?”
                “Berapa hari, Nind?”
                “Aku kalkulasiin waktu, kita sekitar 6 hari, itu udah plus perjalanan kita kesana. Gimana Rian?”
                “Aku ikut Nind. Aku enggak akan pernah ngecewain kamu lagi Nind. Aku engga akan ingkar janji sama kamu.”
                “Thanks Rian. Nanti aku hubungi lagi ya.”
                “Iya, aku tunggu Nind.”
                “Sip. Aku off dulu ya.”
                “Mau kemana Nind? Sibuk yah sekarang?”
                “Ya lumayan. Oh ya, kabar aku baik Rian.”
                “Aku jug…”
                Nindya’s offline now. Aku belum sempat mengetik pesan balasan tapi Nindya sudah buru-buru menyelesaikan obrolannya denganku. Aku masih ingin berbicara dengan Nindya. Aku ingin mendengar cerita-ceritanya lagi. Aku benci memikirkan bahwa pacar Nindyalah yang menjadi tempat curhat Nindya.
                Terimakasih, Tuhan, atas segalanya….
                Adalah status facebookku yang sengaja kubuat untuk mensyukuri kebahagiaanku kembali menjalin sebuah hubungan percakapan dengan Nindya.

Comments

Popular posts from this blog

aturan-aturan

Kita tertawa kemarin. Kau ceritakan kisahmu, aku mendengarkan. Itulah aturan utamanya . Dan aku mengikutinya dengan baik sejauh ini. Selama ini.  Aku takkan melihat kemana-mana lagi dan hanya menatap satu titik. Matamu. Itu adalah aturan kedua . Aku akan banyak diam. Mengikuti alur ejekan dengan senyum dan berharap malam segera merayap datang. Aku diharuskan berhati pelawak. Tak boleh memasukan satu kata jahilpun dalam hatiku agar tak terluka. Itu aturan yang ketiga . Dari semua aturan yang tersedia. Selama ini aku melakukannya dengan baik. Aku melewati alurnya dengan sabar. Aku tak pernah mengeluh. Aku lebih banyak tertawa dan selalu kuucapkan terimakasih untuk tawa hari ini . Lalu apa salahku? Kenapa tiba-tiba kalian membuatku merasa seperti orang jahat ? Apakah aku melewatkan salah satu aturan itu? Apakah aku melanggar aturan yang tersirat itu? Aku dibuat untuk merasa bersalah tanpa alasan yang jelas! Aku dibuat bingung dengan sikap yang mendadak dingin dan senyum kecut. Anggap s

Rumah Makan Ulah Lali: Nyicipin Sate dan Sop Iga yang Super Pasrah

Hari Sabtu kemarin adalah hari dimana saya membayar batalnya puasa saya di bulan Ramadhan. Karena ada sisanya sekitar 3 hari, jadi saya bayar puasa sekaligus hari Kamis, Jumat dan Sabtunya. Nah, kebetulan suami juga kayaknya kangen makan daging-dagingan, jadilah kami memutuskan untuk makan sate kambing. Saya sih gak suka ya sama sate kambing, biasanya saya pesen sate ayamnya aja. Lumayan bingung juga untuk daerah Kuningan mesti makan sate yang enak dimana. Maklum saya kan dari Bandung, kalo makan sate di Bandung sih ga usah bingung soalnya saya udah paham banget tempat makan dengan sate yang enak dan harganya murah. Tapi kalo di Kuningan? Kebetulan suami juga lama di Bandung dan jarang banget jalan-jalan ke Kuningan, jadilah ketika sama-sama gak taunya, kita memutuskan untuk cari via google. Dari google, kita cari keyword sate kambing Kuningan Jawa Barat , muncullah beberapa rumah makan yang menyediakan sate kambing, diantaranya ada Sate Cibeber dan Sate Jalaksana . Tapi kata

Berguru Dari Sang Guru Sejati

Bambang Kumbayana berperang melawan kaum raksaksa bersama sepupunya, Sucitra. Kesaktian Kumbayana memang tidak perlu diragukan lagi, bangsa raksaksa di Atasangin bagian barat musnah hanya dengan beberapa kali tebasan keris Kumbayana. Sepulangnya dari berburu itu, Kumbayana diusir oleh ayahnya, Resi Baratwaja,  yang tidak setuju dengan perbuatannya itu. Kumbayana kemudian pergi dari Hargajembangan. Tidak lama setelah kepergiannya, sepupunya, Sucitra pun pergi dari Hargajembangan menuju Hastinapura. Di negeri Tempuru, Kumbayana bertemu dengan Dewi Krepi, putri dari raja dan seorang sakti bernama Purunggaji. Dewi Krepi yang jatuh cinta pada Kumbayana kemudian mengikuti Kumbayana menuju Hastinapura dengan menjelma sebagai Dewi Wilutama. Saat masih menjelma menjadi Dewi Wilutama dengan ajian salinrogo, Dewi Krepi berhubungan badan dengan Kumbayana. Akibatnya, tubuh Dewi Krepi membusuk, namun dia tetap bertahan hidup karena mengandung anak dari Kumbayana.