Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2013

Mencari Damai bagian 9

—-                 Tengah malam, kami menyiapkan semua perlengkapan dan menutup tenda yang semakin kencang diterpa angin. Aku menggunakan baju berlapis, mengikat leherku lebih rapat dengan syalku. Angin menjadi musuh terbesar di Kalimati. Tubuhku menggigil dahsyat.                 “Jangan diem. Kita harus bergerak biar nggak dingin.” Kata Nindya. Bibirnya membiru saat kusenter dengan headlamp-ku. Nindya memimpin doa lagi. Kemudian langkah kami dimulai. Puncak Mahameru terlihat sangat dekat dari Kalimati. Tapi pelajaran yang bisa kita ambil dari perjalanan kemarin dan kemarinnya lagi adalah, Ranu Kumbolo tidak dekat. Puncak pun tidak dekat dari Jambangan. Dan sekarang, puncak pun tidak dekat meski pun sudah sampai di Kalimati.                 Kami melewati hutan pinus. Mudah mengenali pinus karena bentuk daunnya yang berbeda dari pohon kebanyakan. Daun pinus kering berserakan sepanjang jalan menuju puncak. Di depanku, beberapa kali para gadis terjatuh atau melorot

Mencari Damai bagian 8

—-                 Jambangan, adalah nama tempat kami bertemu dengan puncak Mahameru untuk pertama kalinya. Aku dan Citra gencatan senjata. Selama Citra tidak membahas masalah barusan, aku pun diam saja. Berpura-pura kami adalah kelompok yang harmonis di mata Nindya.                 Perjalanan dilanjutkan. Puncak sudah terasa semakin dekat. Kami berjalan bersemangat. Melewati pasir di Jambangan, kemudian melewati akar-akar, semak kemudian sampai di tempat bernama Kalimati. Nindya tetap berjalan lebih dulu. Dia yang lebih dulu sampai di posko Kalimati, melewati padang rumput yang bertanahkan pasir vulkanik panas. Pipiku terasa panas.                 Di sana kami duduk beristirahat. Angin di Kalimati lebih kencang dari angin di Ranu Kumbolo. Tempatnya terbuka, sepanjang mata memandang ada hamparan pasir. Aku kembali menggunakan kaca mata hitamku. Kali ini kacamata ini tidak kugunakan untuk mencuri pandang ke arah Nindya, tapi benar-benar untuk membuat mataku tidak

Mencari Damai bagian 7

—-                 Seseorang duduk memperhatikan sesuatu. Mataku yang masih ingin menutup kupaksakan untuk terbuka. Nindya duduk, menatapku sambil tersenyum. Aku terkejut, segera kurapikan wajahku dengan menyapu wajahku dengan syal yang melingkar di leherku.                 “Ini waktu yang tepat, Rian.” Kata Nindya. DEG. Jantungku hendak berhenti. Aku bangkit, duduk menghadap Nindya. Cahaya kuning muncul menyinari wajah Nindya dengan lembut. Nindya masih menatapku. Matanya sekarang menghadap ke sumber cahaya kuning itu. “Selamat pagi, Ranu Kumbolo.”                 Kemudian keajaiban itu muncul. Cahaya kuning yang lembut itu kemudian menyinari mata Nindya yang berwarna kecokelatan. Aku selalu suka matanya yang berwarna cokelat itu. Senyumnya merekah. Nindya menunjuk danau di hadapannya.                 Di atas permukaan air Ranu Kumbolo, kabut bergerak dari dua bukit di timur, lumer menjadi fla agar-agar putih yang menyelimuti seluruh permukaan danau, kemudian b

Mencari Damai bagian 6

—-                 “Nggak usah pake anjir kayaknya bagus deh, Rian.” Protes Siska. Ya, ada Siska, Citra, Rena, Aura, Nindya dan aku. Enam orang yang berusaha mencapai puncak itu.                 “Puncaknya dimana Nind?” Tanyaku.                 “Dimana yah? Aku juga nggak tau. Aku baru pertama kesini, inget kan?” Jawab Nindya sambil celingukan mencari puncak Mahameru. Nindya kemudian dipanggil oleh supir jeep itu. Nindya mengeluarkan uang kemudian supir itu menjabat tangan Nindya dan supir itu pergi. “Kita registrasi dulu yah. Sebentar.”                 Hanya lima menit Nindya berbicara dengan petugas di Ranu Pane itu, kemudian petugas itu menunjuk sebuah jalan aspal menuju lahan warga. “Ikutin jalannya terus belok ke kanan.”                 Nindya memimpin doa bersama kemudian kami memulai perjalanan. Nindya berada paling depan. Berjalan dengan kikuk tapi semangat. Tangannya berulang kali membetulkan letak carrier yang mungkin tidak nyaman di pundaknya. Kami se