Ketika aku menyadari bahwa aku sedang dalam perjalanan "kembali", aku selalu berusaha berkenalan dengan sosok diriku yang baru. Lalu aku akan bilang pada diriku yang baru itu, "kamu mau lari kemana, Lukita? Disinilah tempatmu kembali." Aku sudah sadar sejak awal kalau aku akan selalu kembali pada hal-hal yang kucintai. Mereka itu adalah yang menjadikan diriku adalah aku. Entah aku sudah ganti casing berapa kali, entah aku sudah berapa kali mengubah penyebutan namaku, aku akan selalu nyaman menyebut diriku sendiri sebagai saya.
Aku mencoba melarikan diri sejauh mungkin dari kenyataan pahit kehidupan beberapa tahun ke belakang. Aku mencoba membuat bingkai kehidupan baru yang intinya adalah caraku untuk menghapus kesalahan yang pernah kuperbuat. Aku juga mencoba memaafkan diriku sendiri melalui memaafkan orang-orang di sekelilingku. Memang butuh waktu yang tidak sebentar. Waktunya lama. Tapi bukan berarti tidak bisa. Pada akhirnya aku sadar bahwa, "tidak apa-apa untuk melakukan kesalahan, selama tidak pernah mengeluh dan berbicara kasar." Dan aku melakukan kesalahan saat itu, tapi aku tidak mengeluh. Mengeluh tidak tapi aku mulai berbicara kasar. Mengutuk adalah yang kulakukan setelahnya. Apalagi setelah aku tahu bahwa lalat-lalat itu mengerubungi bangkai kesalahanku. Aku membenci kesalahanku, juga lalat-lalat itu. Padahal, aku sekarang ini berkata pada diriku sendiri, "apa yang kamu harapkan dari lalat?"
Aang benar soal satu hal, masa lalu tidak dapat diubah. Aku sering mendengar kata-kata itu, dan dulu ketika Aang bilang itu, aku justru berpikir bahwa Aang ingin menyimpan masa lalu dan menyuruhku menyimpan masa laluku. Aku benci pada masa laluku. Kenapa aku harus tetap memasukkan masa laluku ke dalam masa depanku? Kenapa aku tidak boleh menghapus bersih seluruh masa laluku? Aku meledak, benar-benar meledak setiap kali Aang membicarakan masa lalu. Aku membenci masa lalu. Aku ketakutan bahwa aku tidak sebaik yang kupikirkan, aku takut bahwa aku mungkin lebih buruk dari yang kupikirkan.
Dan aku jauh lebih membenci masa lalu Aang. Ketakutanku muncul karena aku berpikir mungkin Aang akan lebih menikmati masa lalunya dibandingkan masa depannya bersamaku. Atau mungkin Aang juga akan menjadikanku salah satu masa lalunya. Tapi sebenarnya ketakutan itu tidak hanya kurasakan sendiri, Aangpun berpikir sama. Dalam ketakutan-ketakutan itu, aku berpura-pura kuat dengan pilihan ingin berjalan di jalan sendirian. Tapi itu hanya bagian kecil dari diriku yang bisa menerimanya, sebagian besar tidak. Mau tidak mau, Aang sudah menjadi bagian dariku.
Aang sungguh benar, masa lalu memang tidak akan pernah dapat diubah.
Aku tidak pernah jadi perempuan kuat, setidaknya aku adalah orang yang paling memahami diriku sendiri dan aku merasakan itu. Aku tidak mampu tapi demi harga diri aku akan berusaha semaksimal mungkin. Dulu aku begitu malu untuk menangis, menunjukkan bahwa kau telah menyakitiku sehebat itu, menunjukkan bahwa aku takut kehilanganmu, menunjukkan bahwa aku mencintaimu sebesar itu. Ini, tangisanku ini agar kau paham saja meskipun hanya sedikit. Bahwa dalam waktu satu detik, jika itu hanya aku yang merasakan, kau pernah berada di dalam hatiku.
Kemarin, gurauan yang sama masih datang kepadaku. Saat itu A Restu bilang, "selamat hari pernikahan, aang cintanya." That's hurt a lot. Kau tidak akan pernah tahu monster apa yang sudah kuhadapi demi sampai di titik ini. Monster itu tidak akan pernah bisa lagi, karena aku akan dengan tegas berkata, "kamu mau apa lagi?" Lalu kujawab pada A Restu, "Aang hanya cinta Lukita, tidak ada cintanya cintanya." Itu bukan aku membenci A Restu, atau orang-orang yang menyebutkan lagi masa laluku dan Aang, bukan. Itu hanya karena kita terlanjur masuk dalam permainan ini dan seseorang yang sudah beranjak dewasa harus mengajarkan bahwa hal kekanak-kanakan seperti itu sudah lama berakhir.
Seseorang terluka, melarikan diri karena takut terluka lagi. Sekarang orang itu kembali lagi, menawarkan maaf yang lapang. Kau tidak tahu lautan seluas apa yang telah dijelajahi orang itu. Dan aku berbisik seperti membisikan bibir pantai saat aku berlabuh, "aku kembali lagi...."
Aku mencoba melarikan diri sejauh mungkin dari kenyataan pahit kehidupan beberapa tahun ke belakang. Aku mencoba membuat bingkai kehidupan baru yang intinya adalah caraku untuk menghapus kesalahan yang pernah kuperbuat. Aku juga mencoba memaafkan diriku sendiri melalui memaafkan orang-orang di sekelilingku. Memang butuh waktu yang tidak sebentar. Waktunya lama. Tapi bukan berarti tidak bisa. Pada akhirnya aku sadar bahwa, "tidak apa-apa untuk melakukan kesalahan, selama tidak pernah mengeluh dan berbicara kasar." Dan aku melakukan kesalahan saat itu, tapi aku tidak mengeluh. Mengeluh tidak tapi aku mulai berbicara kasar. Mengutuk adalah yang kulakukan setelahnya. Apalagi setelah aku tahu bahwa lalat-lalat itu mengerubungi bangkai kesalahanku. Aku membenci kesalahanku, juga lalat-lalat itu. Padahal, aku sekarang ini berkata pada diriku sendiri, "apa yang kamu harapkan dari lalat?"
Aang benar soal satu hal, masa lalu tidak dapat diubah. Aku sering mendengar kata-kata itu, dan dulu ketika Aang bilang itu, aku justru berpikir bahwa Aang ingin menyimpan masa lalu dan menyuruhku menyimpan masa laluku. Aku benci pada masa laluku. Kenapa aku harus tetap memasukkan masa laluku ke dalam masa depanku? Kenapa aku tidak boleh menghapus bersih seluruh masa laluku? Aku meledak, benar-benar meledak setiap kali Aang membicarakan masa lalu. Aku membenci masa lalu. Aku ketakutan bahwa aku tidak sebaik yang kupikirkan, aku takut bahwa aku mungkin lebih buruk dari yang kupikirkan.
Dan aku jauh lebih membenci masa lalu Aang. Ketakutanku muncul karena aku berpikir mungkin Aang akan lebih menikmati masa lalunya dibandingkan masa depannya bersamaku. Atau mungkin Aang juga akan menjadikanku salah satu masa lalunya. Tapi sebenarnya ketakutan itu tidak hanya kurasakan sendiri, Aangpun berpikir sama. Dalam ketakutan-ketakutan itu, aku berpura-pura kuat dengan pilihan ingin berjalan di jalan sendirian. Tapi itu hanya bagian kecil dari diriku yang bisa menerimanya, sebagian besar tidak. Mau tidak mau, Aang sudah menjadi bagian dariku.
Aang sungguh benar, masa lalu memang tidak akan pernah dapat diubah.
Aku tidak pernah jadi perempuan kuat, setidaknya aku adalah orang yang paling memahami diriku sendiri dan aku merasakan itu. Aku tidak mampu tapi demi harga diri aku akan berusaha semaksimal mungkin. Dulu aku begitu malu untuk menangis, menunjukkan bahwa kau telah menyakitiku sehebat itu, menunjukkan bahwa aku takut kehilanganmu, menunjukkan bahwa aku mencintaimu sebesar itu. Ini, tangisanku ini agar kau paham saja meskipun hanya sedikit. Bahwa dalam waktu satu detik, jika itu hanya aku yang merasakan, kau pernah berada di dalam hatiku.
Kemarin, gurauan yang sama masih datang kepadaku. Saat itu A Restu bilang, "selamat hari pernikahan, aang cintanya." That's hurt a lot. Kau tidak akan pernah tahu monster apa yang sudah kuhadapi demi sampai di titik ini. Monster itu tidak akan pernah bisa lagi, karena aku akan dengan tegas berkata, "kamu mau apa lagi?" Lalu kujawab pada A Restu, "Aang hanya cinta Lukita, tidak ada cintanya cintanya." Itu bukan aku membenci A Restu, atau orang-orang yang menyebutkan lagi masa laluku dan Aang, bukan. Itu hanya karena kita terlanjur masuk dalam permainan ini dan seseorang yang sudah beranjak dewasa harus mengajarkan bahwa hal kekanak-kanakan seperti itu sudah lama berakhir.
Seseorang terluka, melarikan diri karena takut terluka lagi. Sekarang orang itu kembali lagi, menawarkan maaf yang lapang. Kau tidak tahu lautan seluas apa yang telah dijelajahi orang itu. Dan aku berbisik seperti membisikan bibir pantai saat aku berlabuh, "aku kembali lagi...."
Comments
Post a Comment