Skip to main content

Jatuh Cinta di Biologi

Seumur hidup aku, aku cuma tau kalo cowok bakal ngasiin jaketnya ke cewek itu di cerita-cerita sama di film-film. Aku sendiri belom pernah ngerasain kebaikan cowok yang satu itu. :)

Tapi kemarin, aku ngerasain juga. Ceritanya aku mau naik gunung bareng sama cowok itu. Tapi aku lupa ga bawa jaket. Aku sempet mau ngebatalin buat naik gunung, tapi dia bilang kalo aku pake jaketnya dia aja. Dan dia ngasiin jaket yang lagi dia pake ke aku.

"Nih, pake. Sekalian sama ini juga (rompi). Sini kemeja kamu dilepas aja." Kata dia. Dan aku nurut. Kemeja tipisnya aku buka, aku pake jaket dia terus didobel sama rompi dia.

"Udah berapa lama ga dicuci, ***?" Tanyaku.

"Kenapa? Kecium gitu baunya?" Tanyanya sambil membantu memasang resleting jaketnya. "Ini agak macet." Katanya lagi. "Nah udah." Lalu dia memegang bahuku. Ujung bahu tepatnya. Engga sampe satu detik. Tapi dia adalah orang pertama . :))))

"Agak bau." Sahutku. Aku tentu ga mau keliatan kayak orang yang terpesona, :p akhirnya kita berangkat.

Sekitar 3 jam nanjak, aku cape. Terus kita duduk. Pas duduk, dia pilih tempat duduk di sebelah aku. Kaki aku kebetulan lagi dilipet terus aku peluk di dada. Dia naro siku lengannya di atas lututku sambil ngobrol sama temen-temennya.

Aku bisa dibilang sering naik gunung, tapi baru sekali ini ngerasain jatuh cinta, bukan sama gunung, pemandangan, embun atau dinginnya, aku jatuh cinta sama cowok itu. :)

Aku baru tau kenapa orang-orang begitu ribut mencari tambatan hati, ya, hormon oksitosinku diproduksi saat aku bersamanya. Bikin ketagihan untuk naik gunung sama dia, bikin ketagihan, bahkan enggan ngelepasin jaket yang dikasih pinjem sama dia. :p

Bahkan jatuh cinta sama cowok itu pun bisa aku jelasin sama bahasa biologi.

"Nanti kita naik gunung bareng lagi ya..." katanya. Dan aku mengangguk semangat. Aku jatuh cinta sama kamu euy, kamu mengalihkan rasa takjubku sama gunung. :p



28 Desember 2012

Comments

Popular posts from this blog

Berguru Dari Sang Guru Sejati

Bambang Kumbayana berperang melawan kaum raksaksa bersama sepupunya, Sucitra. Kesaktian Kumbayana memang tidak perlu diragukan lagi, bangsa raksaksa di Atasangin bagian barat musnah hanya dengan beberapa kali tebasan keris Kumbayana. Sepulangnya dari berburu itu, Kumbayana diusir oleh ayahnya, Resi Baratwaja,  yang tidak setuju dengan perbuatannya itu. Kumbayana kemudian pergi dari Hargajembangan. Tidak lama setelah kepergiannya, sepupunya, Sucitra pun pergi dari Hargajembangan menuju Hastinapura. Di negeri Tempuru, Kumbayana bertemu dengan Dewi Krepi, putri dari raja dan seorang sakti bernama Purunggaji. Dewi Krepi yang jatuh cinta pada Kumbayana kemudian mengikuti Kumbayana menuju Hastinapura dengan menjelma sebagai Dewi Wilutama. Saat masih menjelma menjadi Dewi Wilutama dengan ajian salinrogo, Dewi Krepi berhubungan badan dengan Kumbayana. Akibatnya, tubuh Dewi Krepi membusuk, namun dia tetap bertahan hidup karena mengandung anak dari Kumbayana.

Rumah Makan Ulah Lali: Nyicipin Sate dan Sop Iga yang Super Pasrah

Hari Sabtu kemarin adalah hari dimana saya membayar batalnya puasa saya di bulan Ramadhan. Karena ada sisanya sekitar 3 hari, jadi saya bayar puasa sekaligus hari Kamis, Jumat dan Sabtunya. Nah, kebetulan suami juga kayaknya kangen makan daging-dagingan, jadilah kami memutuskan untuk makan sate kambing. Saya sih gak suka ya sama sate kambing, biasanya saya pesen sate ayamnya aja. Lumayan bingung juga untuk daerah Kuningan mesti makan sate yang enak dimana. Maklum saya kan dari Bandung, kalo makan sate di Bandung sih ga usah bingung soalnya saya udah paham banget tempat makan dengan sate yang enak dan harganya murah. Tapi kalo di Kuningan? Kebetulan suami juga lama di Bandung dan jarang banget jalan-jalan ke Kuningan, jadilah ketika sama-sama gak taunya, kita memutuskan untuk cari via google. Dari google, kita cari keyword sate kambing Kuningan Jawa Barat , muncullah beberapa rumah makan yang menyediakan sate kambing, diantaranya ada Sate Cibeber dan Sate Jalaksana . Tapi kata

Beyond The Inspiration : Catatan Pemikiran Saya (Bagian 1)

"Pertanyaan yang salah tidak akan pernah mendapatkan jawaban yang benar." Saya dulu mempertanyakan,  WHY AM I CREATED THIS WAY WHILE OTHERS CREATED THAT WAY?  Saya menganggap itu pertanyaan fundamental yang akan mengungkap jati diri saya dan makna Tuhan dan saya. Padahal, sekarang saya sadari bahwa itu tidak lebih dari protes saya terhadap diri saya sendiri, terhadap apa yang saya miliki, terhadap apa yang tidak mampu saya dapatkan, terhadap apa yang orang lain miliki dan mampu dapatkan. Mengapa saya tidak seperti orang lain? Mengapa orang lain bisa mencapai sesuatu yang saya inginkan sedangkan saya tidak? Apa Tuhan mengesampingkan saya karena diri saya yang seperti ini? Pertanyaan-pertanyaan baru terus menerus muncul. Semakin kreatif rumusan pertanyaannya padahal latar belakangnya hanya satu: saya enggan menjadi apa yang Allah perintahkan kepada saya. Saya menganggap seharusnya ada cara lain yang Tuhan inginkan, ada cara lain, harus ada cara lain. Cara yang sejalur dengan