—-
Seminggu setelah
perjalanan. Pagi itu kami sampai di stasiun Bandung, aku berpisah dengan
Nindya. Tidak ada ucapan selamat tinggal. Tidak ada lambaian tangan
atau senyum Nindya, dia hanya bilang tentang janur kuning. Di gerbang
stasiun itu, aku melihat Dani menghampiri Nindya. Nindya membuka
carriernya kemudian memeluk Dani.
Kali ini aku
benar-benar sadar. Lengan Nindya hanya akan memeluk Dani. Nyamannya
Nindya hanya ketika bersama Dani. Saat itu aku memakai kembali kaca mata
hitamku. Berjalan keluar stasiun Bandung tanpa melirik Nindya.
“Aku seneng banget.”
Kata Nindya, berbisik di telinga Dani. “Seru! Aku mau kesana lagi.”
Suara Nindya terdengar ringan dan renyah. Seolah lupa kami saling
berteriak di tengah padang lavender. Citra yang memakinya habis-habisan
di Kelik. Kekhawatirannya saat dia tahu aku terperangkap badai di
puncak. Lelahnya sepanjang perjalanan. Belum lagi kecewanya karena tidak
mampu ke puncak.
Saat itu, aku mencoba berpikir menjadi Nindya. Mungkin Nindya akan bilang, “Rian, jangan berharap kamu bakal diajak lagi!”
Aku mengerti kenapa Nindya lebih memilih Ciremai
dari pada bakti sosial. Doaku agar Nindya dilindungi bagaimana pun
caranya pun terkabulkan. Doaku agar luka ini sembuh pun hilang. Padahal
sudah seminggu, tapi dadaku masih berlubang berbentuk huruf O,
mengeluarkan suara oooo yang panjang dan penuh, masih penuh pengertian.
Jari jemariku mengetik di kolom status facebook
yang mungkin tidak akan pernah dibaca Nindya. Tapi seperti kata Dani
pada Nindya. Ke puncak gunung bukan agar kita bisa melihat dunia, tapi
agar dunia bisa melihat kita. Aku pun sama, aku memperbarui statusku
agar dunia bisa melihatku.
Aku tidak akan pernah meracun calon suamimu dengan racun tikus. Selamat!
ENTER. Iseng aku mencari sekali lagi facebook Nindya. Aku masih tidak bisa menemukan facebook Nindya. Kali ini, mungkin aku diblok.
Hatiku lebih damai
meski pun diblok. Damai itu kutemukan saat aku melepaskan. Membiarkan
perasaanku diketahui, mendapat jawaban meski pun jawabannya tidak. Aku
tiba-tiba ingin naik gunung lagi.
Comments
Post a Comment