Bambang
Kumbayana berperang melawan kaum raksaksa bersama sepupunya, Sucitra.
Kesaktian Kumbayana memang tidak perlu diragukan lagi, bangsa raksaksa
di Atasangin bagian barat musnah hanya dengan beberapa kali tebasan
keris Kumbayana.
Sepulangnya dari berburu itu, Kumbayana diusir
oleh ayahnya, Resi Baratwaja, yang tidak setuju dengan perbuatannya
itu. Kumbayana kemudian pergi dari Hargajembangan. Tidak lama setelah
kepergiannya, sepupunya, Sucitra pun pergi dari Hargajembangan menuju
Hastinapura.
Di negeri Tempuru, Kumbayana bertemu dengan Dewi
Krepi, putri dari raja dan seorang sakti bernama Purunggaji. Dewi Krepi
yang jatuh cinta pada Kumbayana kemudian mengikuti Kumbayana menuju
Hastinapura dengan menjelma sebagai Dewi Wilutama.
Saat masih
menjelma menjadi Dewi Wilutama dengan ajian salinrogo, Dewi Krepi
berhubungan badan dengan Kumbayana. Akibatnya, tubuh Dewi Krepi
membusuk, namun dia tetap bertahan hidup karena mengandung anak dari
Kumbayana. Anak itu diberi nama Aswatama. Kumbayana kemudian dikenal
dengan nama Resi Durna.
Sucitra yang terlebih dulu menemukan
Hastinapura kemudian dijadikan raja di negeri tetangga Hastinapura,
yaitu Cempalreja. Sucitra menikahi Dewi Drupadi dan menjadi Prabu
Drupada.
Durna yang mengetahui Sucitra, sepupunya, menjadi seorang
raja kemudian menyusul Sucitra ke Cempalreja. Sayangnya bukan
penyambutan yang diterima Durna, justru kakak Dewi Drupadi, Gandamana,
memukuli Kumbayana habis-habisan karena ketidaksopanan Durna. Durna yang
merasa sakit hati kemudian pergi ke Sokalima, membangun padepokan
disana dan merebut wilayah milik Prabu Drupada.
Saat Durna asyik
dengan padepokan dan murid-muridnya, Durna disambangi oleh Sang Hyang
Indra. Durna diberikan sebuah belati dan dia diminta untuk mau mengajari
anak-anak dari Hastinapura, Para Kurawa dan Pandawa.
Para Kurawa,
yang dipimpin Durdyudana, berbuat curang dengan mengambil alih
pemerintahan Hastinapura dan mengusir Pandawa dengan permainan dadu.
Yudhistira dan adik-adiknya kemudian pindah ke Amarta dan membangun
sebuah kerajaan disana.
Tak lama setelah itu, Yudhistira ingin
merebut kembali Hastinapura yang menjadi haknya. Durdyudana tidak
setuju, dia mengumandangkan perang kepada Pandawa. Perang pun terjadi.
Prabu Drupada mati di tangan Durna. Durna mati di tangan putra Drupada,
Drestajumna.
Aswatama yang mengetahui Durna, ayahnya, mati dibunuh
oleh Drestajumna kemudian membangun rencana penyusupan untuk membunuh
seluruh Pandawa yang ada. Sayangnya, Aswatama kemudian mati karena racun
dari panah milik Arjuna.
Resi Durna, novel karya Pitoyo Amrih ini
menceritakan tentang dunia pewayangan dan intrik-intrik di dalamnya.
Novel terbitan Diva Press tahun 2010 ini sangat menarik untuk dibaca
agar kita dapat mempelajari kesalahan para manusia di negeri pewayangan
untuk menjadi lebih bijaksana.
Durna yang merasa dendam pada
Drupada karena pernah tidak mengakuinya di negeri Cempalreja. Padahal
maksud Drupada baik, agar Durna belajar tentang tatakrama yang tidak
pernah mau diturutinya sejak dulu.
Namun dibalik sosok Durna yang sakti
namun kejam itu, terselip sebuah makna bahwa sesungguhnya Durna sangat
mencintai putranya, Aswatama. Terbukti saat terdengar nama Aswatama
mati, Durna yang sedang berperang tiba-tiba kehilangan konsentrasinya
dan dengan mudahnya dibunuh oleh Drestajumna tanpa perlawanan.
Ya,
Resi Durna memang adalah seorang guru sejati. Dia tidak hanya
mengajarkan soal kebaikan, namun juga dia bisa mengajarkan soal
keburukan. Tapi Durna hanyalah seorang yang kecewa pada dirinya sendiri.
Dari novel ini, kita tidak hanya sekedar diajak berkaca, namun juga
belajar dari sosok Durna.
Comments
Post a Comment