Skip to main content

Belajar dari Sunan Giri

image

Kemarin ini saya membaca novel dari Yudhi AW yang judulnya Giri : Raja dan Sunan yang Terlupakan. Novel terbitan DIVA press ini menceritakan kehidupan Sunan Giri semenjak dilahirkan hingga beliau wafat.
Novel dengan tebal 360 halaman ini bercerita tentang sosok Sunan Giri dengan jelas dan menarik. Bahasa yang digunakannya mudah untuk dipahami dan penulisnya dengan cerdik menyisipkan logat-logat khas Jawa. Saya yang membaca novel ini seperti sedang mendengarkan keluarga besar saya di Surabaya sedang berbicara karena Ayah saya berasal dari Surabaya.

Sunan Giri bernama Jaka Samudra. Beliau adalah anak dari Syekh Maulana Ishaq dan Rara Sekardadu. Sayangnya, saat Rara Sekardadu hamil besar, Syekh Maulana Ishaq difitnah dan dipaksa meninggalkan tanah Jawa. Rara Sekardadu kemudian melahirkan Sunan Giri tanpa kehadiran suaminya karena mereka terpisah.

Saat Rara Sekardadu melahirkan, beliau ditolong oleh Nyai Gedhe Pinatih. Setelah melahirkan Rara Sekardadu meninggal dan Jaka Samudra diasuh dan dianggap anak oleh Nyai Gedhe Pinatih yang tidak memiliki anak.

Saya sebelumnya belum pernah mengenal sejarah sunan-sunan di tanah Jawa, saat membaca novel ini dengan seksama, saya dikejutkan dengan beberapa fakta bahwa Sunan Ampel adalah paman dari Sunan Giri. Syekh Maulana Ishaq atau ayah dari Jaka Samudra itu adalah kakak tiri dari Sunan Ampel tapi lain ibu. Dan yang lebih mengejutkan lagi, Sunan Giri adalah cucu dari Prabu Hayam Wuruk.

Saya tidak terlalu pandai dalam hal sejarah peperangan dan perjuangan Islam di Indonesia, tapi melalui novel ini, nama-nama pahlawan yang dulu begitu asing sekarang seperti diberi garis terang.

Jaka Samudra atau Sunan Giri pernah mendapat gelar Raden dari Pangeran Kertabhumi. Juga Ainul Yaqin karena kepercayaannya kepada Allah SWT bahwa tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah.

http://4.bp.blogspot.com/-4v2ftK4pwXg/UA9dRNbeMMI/AAAAAAAAG6c/nbJ2_GAEX8E/s1600/sunan_giri.jpg

Sunan Giri menikahi anak Sunan Ampel dan anak dari Ki Ageng Bungkul dalam satu waktu. Pertemuan Sunan Giri dengan anak Ki Ageng Bungkul disini sangat menarik. Sunan Giri sedang termenung di pinggir sungai, disana dia melihat buah delima hanyut. Sunan Giri memakan buah itu, baru dimakan sepertiga, Sunan Giri teringat bahwa dia memakan barang yang bukan miliknya, sama dengan mencuri.

Karena perasaan bersalah, beliau mengikuti alur sungai menuju ke hulu untuk mencari tahu pemilik buah delima itu. Saat beliau menemukan pemilih delima itu, beliau meminta dihukum karena kelancangannya.

Sebagai hukuman Ki Ageng Bukhul meminta Sunan Giri untuk menikahi putrinya yang bernama Nyi Selasih. Karena sudah tanggung berjanji akan menerima hukuman, akhirnya Sunan Giri menikahi dua wanita sekaligus. Anak Sunan Ampel, Murtasiyah dan Anak Ki Ageng Bukhul, Selasih.

Kisah Jaka Samudra yang memakan buah delima yang hanyut mengingatkan saya pada ayah saya. Sewaktu kecil, ayah saya sering membawa saya ke gunung untuk berjalan-jalan. Kami sering melihat pohon buah-buahan di sepanjang jalan, tapi ayah saya tidak pernah sekali pun mengambil buah itu untuk saya. Beliau dulu bilang seperti ini, "kalau sekali saja saya memberi kamu buah yang bukan milik kamu, suatu saat, kamu pasti akan mengambil buah lain yang bukan milik kamu." Setelah kejadian itu, ayah saya menanam banyak pohon buah-buahan yang bisa saya petik sendiri di halaman tanpa harus mencuri.

Kejadian itu seharusnya menjadi pembelajaran bagi semua orang. Korupsi, dimulai dari berbohong dan mencuri. Kejahatan-kejahatan yang besar dimulai dari kejahatan kecil yang dianggap biasa.

Setelah Sunan Giri menikah, beliau mengunjungi Ayahandanya di Malaka, Syekh Maulana Ishaq. Kemudian kembali lagi ke Jawa dengan gelar Syekh Abdul Fakih. Sunan Giri membawa serta adik bungsu lain ibu dari Malaka untuk belajar agama di Jawa bernama Ismail.

Tak lama setelah kepulangannya, Sunan Ampel berinisiatif membentuk wali songo yang beranggotakan Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Majagung, Sunan Bonang, Sunan Gunung Djati, Sunan Fatah, Sunan Ngundung, Sunan Syarifuddin dan Syekh Maulana Ishaq.

Sunan Giri kemudian mencari tempat untuk membentuk pesantren baru dibawah kepemimpinannya. Sunan Giri kemudian menemukan sebuah Giri (gunung), disanalah dia membangun sebuah pondokan baru. Dan orang-orang disana memanggil Syekh Abdul Fakih atau Jaka Samudra itu sebagai Sunan Giri.

Novel ini menarik untuk dibaca karena penuturan ceritanya mudah dipahami dan tidak hanya membahas tentang ke-sunan-an, tapi juga membahas keberadaan Jawa hingga tahun 1506 M beserta kebudayaan, politik, perdagangan dan penyebaran Islam.

http://1.bp.blogspot.com/-EFb2QGSdWX8/UA90d9pDMPI/AAAAAAAAG6w/pi5nhwJ4Hrw/s1600/makam_sunan_giri_04.jpg 

Beberapa tahun lalu, saya mengungjungi makam Sunan Giri. Dan seperti inilah makam Sunan Giri yang dulu saya temui. Biasanya, setelah membaca yasin, pengunjung akan mengelilingi makam tersebut sebelum akhirnya keluar.

Comments

Popular posts from this blog

Rumah Makan Ulah Lali: Nyicipin Sate dan Sop Iga yang Super Pasrah

Hari Sabtu kemarin adalah hari dimana saya membayar batalnya puasa saya di bulan Ramadhan. Karena ada sisanya sekitar 3 hari, jadi saya bayar puasa sekaligus hari Kamis, Jumat dan Sabtunya. Nah, kebetulan suami juga kayaknya kangen makan daging-dagingan, jadilah kami memutuskan untuk makan sate kambing. Saya sih gak suka ya sama sate kambing, biasanya saya pesen sate ayamnya aja. Lumayan bingung juga untuk daerah Kuningan mesti makan sate yang enak dimana. Maklum saya kan dari Bandung, kalo makan sate di Bandung sih ga usah bingung soalnya saya udah paham banget tempat makan dengan sate yang enak dan harganya murah. Tapi kalo di Kuningan? Kebetulan suami juga lama di Bandung dan jarang banget jalan-jalan ke Kuningan, jadilah ketika sama-sama gak taunya, kita memutuskan untuk cari via google. Dari google, kita cari keyword sate kambing Kuningan Jawa Barat , muncullah beberapa rumah makan yang menyediakan sate kambing, diantaranya ada Sate Cibeber dan Sate Jalaksana . Tapi kata

Berguru Dari Sang Guru Sejati

Bambang Kumbayana berperang melawan kaum raksaksa bersama sepupunya, Sucitra. Kesaktian Kumbayana memang tidak perlu diragukan lagi, bangsa raksaksa di Atasangin bagian barat musnah hanya dengan beberapa kali tebasan keris Kumbayana. Sepulangnya dari berburu itu, Kumbayana diusir oleh ayahnya, Resi Baratwaja,  yang tidak setuju dengan perbuatannya itu. Kumbayana kemudian pergi dari Hargajembangan. Tidak lama setelah kepergiannya, sepupunya, Sucitra pun pergi dari Hargajembangan menuju Hastinapura. Di negeri Tempuru, Kumbayana bertemu dengan Dewi Krepi, putri dari raja dan seorang sakti bernama Purunggaji. Dewi Krepi yang jatuh cinta pada Kumbayana kemudian mengikuti Kumbayana menuju Hastinapura dengan menjelma sebagai Dewi Wilutama. Saat masih menjelma menjadi Dewi Wilutama dengan ajian salinrogo, Dewi Krepi berhubungan badan dengan Kumbayana. Akibatnya, tubuh Dewi Krepi membusuk, namun dia tetap bertahan hidup karena mengandung anak dari Kumbayana.

Beyond The Inspiration : Catatan Pemikiran Saya (Bagian 1)

"Pertanyaan yang salah tidak akan pernah mendapatkan jawaban yang benar." Saya dulu mempertanyakan,  WHY AM I CREATED THIS WAY WHILE OTHERS CREATED THAT WAY?  Saya menganggap itu pertanyaan fundamental yang akan mengungkap jati diri saya dan makna Tuhan dan saya. Padahal, sekarang saya sadari bahwa itu tidak lebih dari protes saya terhadap diri saya sendiri, terhadap apa yang saya miliki, terhadap apa yang tidak mampu saya dapatkan, terhadap apa yang orang lain miliki dan mampu dapatkan. Mengapa saya tidak seperti orang lain? Mengapa orang lain bisa mencapai sesuatu yang saya inginkan sedangkan saya tidak? Apa Tuhan mengesampingkan saya karena diri saya yang seperti ini? Pertanyaan-pertanyaan baru terus menerus muncul. Semakin kreatif rumusan pertanyaannya padahal latar belakangnya hanya satu: saya enggan menjadi apa yang Allah perintahkan kepada saya. Saya menganggap seharusnya ada cara lain yang Tuhan inginkan, ada cara lain, harus ada cara lain. Cara yang sejalur dengan