Skip to main content

kehilangan



Aku memang tak tahu apa-apa tentang kehilangan, apalagi kehilangan sosok Ayah. Aku bersyukur pada Tuhan bahwa aku masih memiliki Ayah, Ibu dan keluarga yang lengkap, meski pun aku tak pernah mengenal sosok kakekku.
Kawan, entah pantas atau tidak aku bicara. Kata 'sabar' adalah kata yang paling mudah menguap. Diammu pun adalah sabar. Tangismu pun adalah sabar. Perih yang hanya kau simpan dalam dada pun adalah sabar. Entah kata apa yang pas untuk mengobati kehilanganmu.
Kita memang tak pernah bicara banyak tentang perasaan. Tapi aku tahu rasa kehilangannya seperti apa. Membayangkannya saja pun mataku sudah begitu berat menahan air mata. Tapi kau begitu tegar untuk menahan gemetar bibirmu menahan isak sambil menyaksikan tubuhnya perlahan masuk ke tempat peristirahatan terakhir. Kata 'selamat tinggal' dan 'maaf' aku yakin ingin berhamburan dari bibirmu yang gemetar.

Aku menyaksikanmu menunggui Ayahmu berhari-hari. Kau tahu waktu untuknya hanya tinggal sebentar lagi. Rasanya seperti menunggu pengumuman kelulusan. Bukan hanya jantung yang cemas menunggu, tapi harapan pun menunggu untuk dikandaskan.
Saat dia menghela nafas tidalnya. Kau hanya diam. Tahu bahwa waktunya telah tiba. Semua orang berhambur untuk memeluk tubuhnya. Tapi kau diam. Tak bersuara. Seolah ada jeda yang menahan waktu untukmu mengucapkan selamat tinggal. Namun tak jua kau ucapkan. Ketika waktunya tiba, kau tak ingin berpisah.
Waktunya sudah lewat. Barulah kau merasa kau telah melewatkan satu detik yang penting dalam hidupmu. Kau hanya bersujud lemas. Memegangi tangannya yang terjuntai ke bawah. Kau menunggu tangannya yang besar dan kasar itu mengusap tanganmu dengan lembut perlahan. Tapi kau yakin, itu takkan pernah terjadi.

Sore itu, adzan berkumandang. Bukan penanda shalat. Adzan itu mengantar kepergian sang imam ke peristirahatan terakhirnya. Perlahan, tubuh yang biasa memelukmu ketika kau bersedih itu hilang dari pandanganmu. Kau tidak ingin mengedipkan matamu, takut kehilangan momen terakhir, meski pun hanya satu detik.
Bunga-bunga mulai disebar. Rasa perih di hatimu lebih dari sekedar ditinggal kekasih sejati. Lebih dari sekedar ditolak oleh pria pujaan. Atau pun dikhianati oleh sahabat. Perih yang menusuk hingga tulang sum-sum meski pun mungkin kau tak tahu di mana tulang sum-summu berada.
Kau memegang sepotong kayu yang tertancap di tanah merah yang basah itu seolah memeluk sosok Ayah yang kini berada di bawah kakimu. Air mata terjatuh lagi dari pipimu. Kau berharap tak ada yang meninggalkan tempat itu selama mungkin.

Di rumahmu, kau masih bisa mencium aroma tubuhnya di udara. Seolah dia berjalan-jalan di rumah seharian, menunggumu pulang. Kau pun mulai berharap dia akan muncul di balik pintu kamar sambil tersenyum dan mengucapkan, "selamat datang, anak kesayanganku!"
"Selamat jalan, Pa..." katamu berbisik. Mencoba menutup luka menganga di hatimu dengan memaafkan. Pada akhirnya, kau pun belajar bahwa merelakan adalah satu-satunya jalan untuk menyembuhkan luka.



Untuk Neng.
Turut berduka cita.


010612

Comments

Popular posts from this blog

Rumah Makan Ulah Lali: Nyicipin Sate dan Sop Iga yang Super Pasrah

Hari Sabtu kemarin adalah hari dimana saya membayar batalnya puasa saya di bulan Ramadhan. Karena ada sisanya sekitar 3 hari, jadi saya bayar puasa sekaligus hari Kamis, Jumat dan Sabtunya. Nah, kebetulan suami juga kayaknya kangen makan daging-dagingan, jadilah kami memutuskan untuk makan sate kambing. Saya sih gak suka ya sama sate kambing, biasanya saya pesen sate ayamnya aja. Lumayan bingung juga untuk daerah Kuningan mesti makan sate yang enak dimana. Maklum saya kan dari Bandung, kalo makan sate di Bandung sih ga usah bingung soalnya saya udah paham banget tempat makan dengan sate yang enak dan harganya murah. Tapi kalo di Kuningan? Kebetulan suami juga lama di Bandung dan jarang banget jalan-jalan ke Kuningan, jadilah ketika sama-sama gak taunya, kita memutuskan untuk cari via google. Dari google, kita cari keyword sate kambing Kuningan Jawa Barat , muncullah beberapa rumah makan yang menyediakan sate kambing, diantaranya ada Sate Cibeber dan Sate Jalaksana . Tapi kata

Berguru Dari Sang Guru Sejati

Bambang Kumbayana berperang melawan kaum raksaksa bersama sepupunya, Sucitra. Kesaktian Kumbayana memang tidak perlu diragukan lagi, bangsa raksaksa di Atasangin bagian barat musnah hanya dengan beberapa kali tebasan keris Kumbayana. Sepulangnya dari berburu itu, Kumbayana diusir oleh ayahnya, Resi Baratwaja,  yang tidak setuju dengan perbuatannya itu. Kumbayana kemudian pergi dari Hargajembangan. Tidak lama setelah kepergiannya, sepupunya, Sucitra pun pergi dari Hargajembangan menuju Hastinapura. Di negeri Tempuru, Kumbayana bertemu dengan Dewi Krepi, putri dari raja dan seorang sakti bernama Purunggaji. Dewi Krepi yang jatuh cinta pada Kumbayana kemudian mengikuti Kumbayana menuju Hastinapura dengan menjelma sebagai Dewi Wilutama. Saat masih menjelma menjadi Dewi Wilutama dengan ajian salinrogo, Dewi Krepi berhubungan badan dengan Kumbayana. Akibatnya, tubuh Dewi Krepi membusuk, namun dia tetap bertahan hidup karena mengandung anak dari Kumbayana.

Beyond The Inspiration : Catatan Pemikiran Saya (Bagian 1)

"Pertanyaan yang salah tidak akan pernah mendapatkan jawaban yang benar." Saya dulu mempertanyakan,  WHY AM I CREATED THIS WAY WHILE OTHERS CREATED THAT WAY?  Saya menganggap itu pertanyaan fundamental yang akan mengungkap jati diri saya dan makna Tuhan dan saya. Padahal, sekarang saya sadari bahwa itu tidak lebih dari protes saya terhadap diri saya sendiri, terhadap apa yang saya miliki, terhadap apa yang tidak mampu saya dapatkan, terhadap apa yang orang lain miliki dan mampu dapatkan. Mengapa saya tidak seperti orang lain? Mengapa orang lain bisa mencapai sesuatu yang saya inginkan sedangkan saya tidak? Apa Tuhan mengesampingkan saya karena diri saya yang seperti ini? Pertanyaan-pertanyaan baru terus menerus muncul. Semakin kreatif rumusan pertanyaannya padahal latar belakangnya hanya satu: saya enggan menjadi apa yang Allah perintahkan kepada saya. Saya menganggap seharusnya ada cara lain yang Tuhan inginkan, ada cara lain, harus ada cara lain. Cara yang sejalur dengan