Aku adalah perpaduan dari dua jenis makhluk yang sempurna dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Ayahku, si cerdas. Ibuku, si murah hati. Perpaduan itu tidak menjadikan aku si cerdas yang murah hati. Mana ada makhluk yang sempurna seperti itu di dunia ini?
Perpaduan yang ada dalam diriku adalah. Aku sekuat Ayahku. Seberani Ibuku. Secerdik Ayahku. Seluwes Ibuku. Dan begitulah seterusnya. Tapi kugaris bawahi, aku tidak sempurna. Tak ada makhluk yang sempurna kecuali Dia.
Aku pun ingin sekali bertaubat di usiaku yang baru kepala dua. Aku ingin sekali menjadi kekasih-Nya yang tak pernah lupa bertasbih menyebut nama-Nya. Tapi ada hal yang selalu mengganggu pikiranku. Aku selalu ingin mencoba hal-hal baru. Rasanya seperti digelitiki sesuatu dan jika tidak tertawa, maka aku tersiksa. Begitu juga jika aku menahan diriku untuk tidak naik gunung, backpacker seorang diri, dan lain lain.
Aku tersiksa.
Aku ingin sekali menjadi anak yang baik dan penurut. Tapi darahku ini tak bisa diajak kompromi. Selalu ingin berbuat nekat dan nakal, dalam porsiku. Setiap malam sambil memandangi fotoku dan kekasihku Furkon, aku selalu berpikir tentang cara menjadi baik di mata Furkon meskipun aku tahu dia menerimaku apa adanya.
Siang ini, aku putuskan. Seperti Ayahku, seperti Ibuku. Ada waktunya untukku bertaubat. Ada waktunya untukku berhenti naik gunung. Tapi maaf saja, Tuhan, bukan sekarang. Gejolak darah mudaku menolak untuk dihentikan. Sensasi ini tentu takkan pernah ada di usiaku yang nanti semakin senja. Biarkan aku menikmatinya sekarang.
Ada waktunya aku takut mati. Ada waktunya aku takut kehilangan hal yang kusayangi. Ada waktunya juga aku mempertahankan hal yang kuanggap benar. Kali ini, biarkan aku nakal, Tuhan. Bukan menyia-nyiakan hidupku dengan obat-obatan, menghamburkan uang atau membakar masa depanku. Aku tidak akan senakal itu.
Aku hanya ingin menikmati masa muda. Menjadi diriku sendiri, tanpa tuntutan dari siapa pun. Karena semakin aku dewasa, semakin aku tahu ke mana tujuan hidupku akan berlabuh.
Aku bertaubat, Tuhan, tapi nanti.
19 April 2012
Perpaduan yang ada dalam diriku adalah. Aku sekuat Ayahku. Seberani Ibuku. Secerdik Ayahku. Seluwes Ibuku. Dan begitulah seterusnya. Tapi kugaris bawahi, aku tidak sempurna. Tak ada makhluk yang sempurna kecuali Dia.
Aku pun ingin sekali bertaubat di usiaku yang baru kepala dua. Aku ingin sekali menjadi kekasih-Nya yang tak pernah lupa bertasbih menyebut nama-Nya. Tapi ada hal yang selalu mengganggu pikiranku. Aku selalu ingin mencoba hal-hal baru. Rasanya seperti digelitiki sesuatu dan jika tidak tertawa, maka aku tersiksa. Begitu juga jika aku menahan diriku untuk tidak naik gunung, backpacker seorang diri, dan lain lain.
Aku tersiksa.
Aku ingin sekali menjadi anak yang baik dan penurut. Tapi darahku ini tak bisa diajak kompromi. Selalu ingin berbuat nekat dan nakal, dalam porsiku. Setiap malam sambil memandangi fotoku dan kekasihku Furkon, aku selalu berpikir tentang cara menjadi baik di mata Furkon meskipun aku tahu dia menerimaku apa adanya.
Siang ini, aku putuskan. Seperti Ayahku, seperti Ibuku. Ada waktunya untukku bertaubat. Ada waktunya untukku berhenti naik gunung. Tapi maaf saja, Tuhan, bukan sekarang. Gejolak darah mudaku menolak untuk dihentikan. Sensasi ini tentu takkan pernah ada di usiaku yang nanti semakin senja. Biarkan aku menikmatinya sekarang.
Ada waktunya aku takut mati. Ada waktunya aku takut kehilangan hal yang kusayangi. Ada waktunya juga aku mempertahankan hal yang kuanggap benar. Kali ini, biarkan aku nakal, Tuhan. Bukan menyia-nyiakan hidupku dengan obat-obatan, menghamburkan uang atau membakar masa depanku. Aku tidak akan senakal itu.
Aku hanya ingin menikmati masa muda. Menjadi diriku sendiri, tanpa tuntutan dari siapa pun. Karena semakin aku dewasa, semakin aku tahu ke mana tujuan hidupku akan berlabuh.
Aku bertaubat, Tuhan, tapi nanti.
19 April 2012
Comments
Post a Comment