Skip to main content

di ruang VIP Tu(h)an



"Tu(h)an..." Teriak seorang gadis di salah satu pilar penyangga langit. Dia melepaskan satu pesawat kertas berwarna putih. Di dalamnya, hanya terdapat beberapa kalimat tanya. Dan aku tahu kemana surat itu akan berlabuh.

Aku tengah membelot dari jam kerjaku dan kerjaku yang selalu biasa-biasa saja. Aku bosan. Bosan dengan keadaan yang seperti ini. Aku seperti berpijak di atas lantai pasir hisap. Aku bisa terhisap dan menghilang selamanya.

Maka aku pergi dari ruanganku, bergegas menuju ruangan VIP-Mu. Kuterobos semua orang yang berusaha menghalangi langkahku. Aku bukan pegawai-Mu yang biasa-biasa saja. Aku bisa sekafir Fir'aun jika kau mempermainkanku terus menerus.

Di depan ruangan-Mu, aku tak lagi mengetuk pintu-Mu yang begitu megah. Kudobrak lalu kugebrak meja di hadapanku, agar kau tahu aku sudah sangat muak dan marah.

"Tu(h)an," kataku lancang. "...aku mau kau jadikan pegawai seperti apa? Aku bosan!"

"Apakah aku kurang menggajimu?"

"Aku tidak sedikitpun memikirkan gajimu. Tak ada keluarga yang harus kunafkahi. Tak ada tanggung jawab yang harus kuemban! Aku hanya ingin tahu, kau mau jadikan aku pegawai seperti apa?"

Tu(h)an diam. Dia mengepalkan tangannya erat. Aku yakin Dia marah dan Dia bisa saja memecatku. Tapi Dia takkan berani, aku tahu itu. Memecatku berarti mengingkari janji-Nya untuk mencintai semua makhluk ciptaan-Nya.

"Kalau kau mau aku menjadi seorang Guru, luruskan jalanku! Jangan berikan aku rasa ingin menaiki pilar-pilar dunia-Mu! Kalau aku harus menjadi seorang pengusaha, beri terang untuk jalannya, agar aku tak bingung! Aku tak mau beberapa tahun ke depan aku tersesat menjadi Presiden Inggris atau aku menggantikan Panji si Manusia Ular di acara National Geographic! Kau tidak sedang menyesatkan satu hamba, Tu(h)an. Sadari hal itu." Teriakku sambil membacakan salah satu surat untuk Tu(h)an. "Aku harus menjadi pegawai yang seperti apa, Tu(h)an? Apakah aku harus meminta-Mu mengabulkan doa ini sambil terus mengutuki takdir-Mu yang begitu menyesakkan untuknya?"

Dia semakin diam. Mungkin Dia-pun bingung apa yang harus Dia lakukan pada ciptaan-Nya yang mengirimkan surat ini.

"Kau adalah malaikat, yang kuperintahkan untuk menjaganya. Memperhatikan gerak-geriknya. Karena kau sama spesialnya seperti si pengirim surat." Bisik Tuhan. Sebuah pesawat kertas mendarat di meja Tu(h)an. Gadis itu mengirimi surat lagi. Tapi kali ini, surat itu tidak tertuju untuk Tu(h)an.

Pembaca suratku, lebih cerdaslah sedikit. Karena kau memang diciptakan untuk seperti itu. Beri aku contekan, kemana tujuanku? Intiplah buku takdir-Nya, beri tahu aku...

"Kau adalah malaikat yang kuciptakan tanpa nafsu. Kau akan terus menyembahku setiap waktu dan selamanya." Bisik Tu(h)an lagi padaku.

Dia bukan Zeus yang harus disembah. Tentunya kau lebih tahu.


15 Juli 2011

Comments

Popular posts from this blog

Berguru Dari Sang Guru Sejati

Bambang Kumbayana berperang melawan kaum raksaksa bersama sepupunya, Sucitra. Kesaktian Kumbayana memang tidak perlu diragukan lagi, bangsa raksaksa di Atasangin bagian barat musnah hanya dengan beberapa kali tebasan keris Kumbayana. Sepulangnya dari berburu itu, Kumbayana diusir oleh ayahnya, Resi Baratwaja,  yang tidak setuju dengan perbuatannya itu. Kumbayana kemudian pergi dari Hargajembangan. Tidak lama setelah kepergiannya, sepupunya, Sucitra pun pergi dari Hargajembangan menuju Hastinapura. Di negeri Tempuru, Kumbayana bertemu dengan Dewi Krepi, putri dari raja dan seorang sakti bernama Purunggaji. Dewi Krepi yang jatuh cinta pada Kumbayana kemudian mengikuti Kumbayana menuju Hastinapura dengan menjelma sebagai Dewi Wilutama. Saat masih menjelma menjadi Dewi Wilutama dengan ajian salinrogo, Dewi Krepi berhubungan badan dengan Kumbayana. Akibatnya, tubuh Dewi Krepi membusuk, namun dia tetap bertahan hidup karena mengandung anak dari Kumbayana.

Rumah Makan Ulah Lali: Nyicipin Sate dan Sop Iga yang Super Pasrah

Hari Sabtu kemarin adalah hari dimana saya membayar batalnya puasa saya di bulan Ramadhan. Karena ada sisanya sekitar 3 hari, jadi saya bayar puasa sekaligus hari Kamis, Jumat dan Sabtunya. Nah, kebetulan suami juga kayaknya kangen makan daging-dagingan, jadilah kami memutuskan untuk makan sate kambing. Saya sih gak suka ya sama sate kambing, biasanya saya pesen sate ayamnya aja. Lumayan bingung juga untuk daerah Kuningan mesti makan sate yang enak dimana. Maklum saya kan dari Bandung, kalo makan sate di Bandung sih ga usah bingung soalnya saya udah paham banget tempat makan dengan sate yang enak dan harganya murah. Tapi kalo di Kuningan? Kebetulan suami juga lama di Bandung dan jarang banget jalan-jalan ke Kuningan, jadilah ketika sama-sama gak taunya, kita memutuskan untuk cari via google. Dari google, kita cari keyword sate kambing Kuningan Jawa Barat , muncullah beberapa rumah makan yang menyediakan sate kambing, diantaranya ada Sate Cibeber dan Sate Jalaksana . Tapi kata

Beyond The Inspiration : Catatan Pemikiran Saya (Bagian 1)

"Pertanyaan yang salah tidak akan pernah mendapatkan jawaban yang benar." Saya dulu mempertanyakan,  WHY AM I CREATED THIS WAY WHILE OTHERS CREATED THAT WAY?  Saya menganggap itu pertanyaan fundamental yang akan mengungkap jati diri saya dan makna Tuhan dan saya. Padahal, sekarang saya sadari bahwa itu tidak lebih dari protes saya terhadap diri saya sendiri, terhadap apa yang saya miliki, terhadap apa yang tidak mampu saya dapatkan, terhadap apa yang orang lain miliki dan mampu dapatkan. Mengapa saya tidak seperti orang lain? Mengapa orang lain bisa mencapai sesuatu yang saya inginkan sedangkan saya tidak? Apa Tuhan mengesampingkan saya karena diri saya yang seperti ini? Pertanyaan-pertanyaan baru terus menerus muncul. Semakin kreatif rumusan pertanyaannya padahal latar belakangnya hanya satu: saya enggan menjadi apa yang Allah perintahkan kepada saya. Saya menganggap seharusnya ada cara lain yang Tuhan inginkan, ada cara lain, harus ada cara lain. Cara yang sejalur dengan