Skip to main content

ulang tahun[karakter]ku... kematian[karakter]ku...

Bulan apa sekarang?
Februari?

Sebentar lagi aku berulang tahun...
Itu adalah ulang tahun pertamaku...
Aku berulang tahun sebentar lagi...
Itu adalah ulang tahunku yang pertama...
Aku lahir saat itu. Dalam dingin dan kebisuan. Aku belajar merangkak dari kehidupan sulit hingga berlari riang hari ini. Satu tahun... Waktu yang tak sebentar, percaya tidak?
Ah tidak, sangat sebentar untuk melahirkan aku. Aku yang hari ini.
Setiap harinya, aku semakin kuat, bebas dan mempelajari banyak hal. Aku menjadi pribadi yang cerdas namun misterius dalam kuluman senyumku.
Awalnya aku terlahir dengan parang di tanganku, aku ingin membunuh semua yang ada di hadapanku, yang membuatku dingin, yang membuatku terlahir ke dunia ini.
Aku tersadar. Ada yang tak pernah meninggalkanku. Masih ada rasa hangat dari air mata yang terjatuh saat aku terlahir. Saat aku belajar. Hingga saat ini.


Sebentar lagi waktunya tiba, dan pengingat aku sudah mati, tahun lalu...
Satu tahun... Apa kabar dunia yang kutinggalkan? Masih birukah langitmu? Masih gelapkah malam dan hatimu? Apa matahari sudah bersinar terang membawa keceriaan dan kesempurnaan? Atau matahari justru menemaniku...
Detik-detik menuju ulang tahunku... Aku belajar banyak hal. Aku meninggalkan banyak hal. Aku melahirkan jiwa-jiwa baru yang takkan dengan mudah mati seperti waktu dulu. Aku mempelajari bahwa aku sendirian. Ketika aku mati, aku belajar bahwa takkan ada yang menangisiku kecuali aku sendiri.
Menit-menit berjalan dengan sangat cepat. Seperti tirai yang siap sampai di perhentiannya. Aku mati. Aku tahu mati itu tak menyenangkan. Pedih namun membuatku ketagihan. Dari setiap detil sakitnya, membuat aku ingin mengulangi kematian itu lagi dan lagi.
Jam demi jam berlalu dengan mudah. Aku hampir sampai di usia ini dan hari kematianku. Ketika aku mati, aku meninggalkan dunia, semuanya. Mati tidak cukup buruk untukku.
Hari akan segera sampai ditanggal itu. Aku tertawa menyadari bahwa aku berulang tahun dan memperingati hari kematianku sebentar lagi. Aku begitu bahagia. Aku mensyukuri kematianku. Bersama mereka yang mati bersamaku, kami terlahir kembali. Entah mereka yang mati terlahir sebagai apa dan bagaimana prosesnya.
Bulan-bulan itu akan bercerita padamu tentang semuanya. Tentang PROSES-nya. Inilah BEHIND THE SCENE-nya.


Aku memaafkan. Tahu kenapa? 
Karena kematianku memberi banyak perubahan. Itu artinya aku adalah orang yang penting. Dan aku bahagia menjadi seseorang yang memiliki andil besar dalam hidup seseorang.
Karena kematianku menyatukan puluhan etnik kuno dengan pikiran-pikiran malangnya. Itu berarti aku membawa perubahan. Dan aku bangga menjadi seorang revolusioner.
Aku memaafkan...
Diriku sendiri yang terlahir seperti ini.

Kawan, kematian [karakter] kita menjadi sebuah jembatan besar persatuan dan kesatuan masyarakat di sekitar kita... membanggakan kan?
Kawan, kelahiran[karakter]-ku menjadi pemecah sinkronisasi antara hati, pikiran dan ucapan. Aku menjadi virus terbaru yang paling ditakuti, mereka takut terjangkiti aku. Aku juga menjadi benteng terkuat nomor satu, bahkan mereka menganggap aku sama kuatnya dengan Tuhan kita.



14 Februari 2011

Comments

Popular posts from this blog

Berguru Dari Sang Guru Sejati

Bambang Kumbayana berperang melawan kaum raksaksa bersama sepupunya, Sucitra. Kesaktian Kumbayana memang tidak perlu diragukan lagi, bangsa raksaksa di Atasangin bagian barat musnah hanya dengan beberapa kali tebasan keris Kumbayana. Sepulangnya dari berburu itu, Kumbayana diusir oleh ayahnya, Resi Baratwaja,  yang tidak setuju dengan perbuatannya itu. Kumbayana kemudian pergi dari Hargajembangan. Tidak lama setelah kepergiannya, sepupunya, Sucitra pun pergi dari Hargajembangan menuju Hastinapura. Di negeri Tempuru, Kumbayana bertemu dengan Dewi Krepi, putri dari raja dan seorang sakti bernama Purunggaji. Dewi Krepi yang jatuh cinta pada Kumbayana kemudian mengikuti Kumbayana menuju Hastinapura dengan menjelma sebagai Dewi Wilutama. Saat masih menjelma menjadi Dewi Wilutama dengan ajian salinrogo, Dewi Krepi berhubungan badan dengan Kumbayana. Akibatnya, tubuh Dewi Krepi membusuk, namun dia tetap bertahan hidup karena mengandung anak dari Kumbayana.

Rumah Makan Ulah Lali: Nyicipin Sate dan Sop Iga yang Super Pasrah

Hari Sabtu kemarin adalah hari dimana saya membayar batalnya puasa saya di bulan Ramadhan. Karena ada sisanya sekitar 3 hari, jadi saya bayar puasa sekaligus hari Kamis, Jumat dan Sabtunya. Nah, kebetulan suami juga kayaknya kangen makan daging-dagingan, jadilah kami memutuskan untuk makan sate kambing. Saya sih gak suka ya sama sate kambing, biasanya saya pesen sate ayamnya aja. Lumayan bingung juga untuk daerah Kuningan mesti makan sate yang enak dimana. Maklum saya kan dari Bandung, kalo makan sate di Bandung sih ga usah bingung soalnya saya udah paham banget tempat makan dengan sate yang enak dan harganya murah. Tapi kalo di Kuningan? Kebetulan suami juga lama di Bandung dan jarang banget jalan-jalan ke Kuningan, jadilah ketika sama-sama gak taunya, kita memutuskan untuk cari via google. Dari google, kita cari keyword sate kambing Kuningan Jawa Barat , muncullah beberapa rumah makan yang menyediakan sate kambing, diantaranya ada Sate Cibeber dan Sate Jalaksana . Tapi kata

Beyond The Inspiration : Catatan Pemikiran Saya (Bagian 1)

"Pertanyaan yang salah tidak akan pernah mendapatkan jawaban yang benar." Saya dulu mempertanyakan,  WHY AM I CREATED THIS WAY WHILE OTHERS CREATED THAT WAY?  Saya menganggap itu pertanyaan fundamental yang akan mengungkap jati diri saya dan makna Tuhan dan saya. Padahal, sekarang saya sadari bahwa itu tidak lebih dari protes saya terhadap diri saya sendiri, terhadap apa yang saya miliki, terhadap apa yang tidak mampu saya dapatkan, terhadap apa yang orang lain miliki dan mampu dapatkan. Mengapa saya tidak seperti orang lain? Mengapa orang lain bisa mencapai sesuatu yang saya inginkan sedangkan saya tidak? Apa Tuhan mengesampingkan saya karena diri saya yang seperti ini? Pertanyaan-pertanyaan baru terus menerus muncul. Semakin kreatif rumusan pertanyaannya padahal latar belakangnya hanya satu: saya enggan menjadi apa yang Allah perintahkan kepada saya. Saya menganggap seharusnya ada cara lain yang Tuhan inginkan, ada cara lain, harus ada cara lain. Cara yang sejalur dengan