Aku mengenalmu dalam ketidaksadaranku. Aku tahu kau ada. Tapi tak pernah memperhatikanmu. Kau adapun aku tak tahu. Kau tak adapun aku tak peduli. Kau jauh atau dekat tak ada bedanya bagiku. Kau bersama siapapun semua terlihat sama untukku.
Aku mengingatmu karena kau mengingatku. Karena kau mengingatkanku. Karena kau terus memaksa otakku mengingat namamu. Aku ingat namamu. Tapi tidak wajahmu. Kau, yang namanya 5 cm di depan keningku. Kau, yang wajahnya 5 cm di belakang kepalaku.
Aku kadang melupakanmu berbulan-bulan. Pernah bertahun-tahun. Kemudian aku mengingatmu kembali saat mendengar kata-kata yang pernah diucapkan olehmu. Childish.
Aku didepan matamu adalah seorang dengan kepribadian childish. Entah mengapa aku juga tak bisa mengelak saat kau memanggilku seperti itu.
Kau, adalah orang yang datang di waktu yang tak pernah tepat. Kau, mengajarkanku membaca saat aku buta. Kau mengajarkan aku berjalan saat aku tertidur. Kau mengajarkanku bicara saat aku lebih suka mengulik rumus-rumus kimia.
Aku juga mengenalmu dalam ketidaksadaranku. Aku tak pernah tahu kau ada. Aku baru menyadari kau ada setelah seseorang memberitahuku. Kau berjalan bolak-balik di depan mataku. Aku tak juga sadar. Kau bicara padaku. Aku tak mengerti bahasamu.
Kita dipertemukan dalam kesederhanaan, suasana pagi dan minuman rasa frambose. Aku mengingatmu dalam 3 hal itu. Tanpa 3 hal itu. Aku tak lagi mengingatmu.
Kita, adalah orang-orang yang dipertemukan dalam dunia yang tidak tepat. Aku dalam dunia pencari kesempurnaan. Dan kau pecinta kesederhanaan.
Aku berada 5 cm di depanmu. Yang takkan pernah kau sapa. Dan aku yang akan selalu berjalan menjauhimu.
Kini, aku mengenalmu dalam alam bawah sadar. Aku memanggil sebuah nama. Bukan namamu. Tapi kau punya nama itu. Aku sedang mencintai sebuah nama. Kemudian kau datang.
Aku mencintai namamu. Tapi aku tidak mengenalmu. Aku bahkan tak tahu kau ada di sekitarku selama ini. Aku tahu nama. Tapi itu kau. Hanya namamu.
Aku mengenalmu melalui namamu. Melalui ide sederhana tentang sebuah nama dan karakter. Aku tahu kau ada. Kau bergerak. Tapi kau tak nyata. Kau hanya pantulan ide dalam kepalaku yang direalisasikan.
Aku bertemu denganmu dalam dunia imajinasiku. Kau nyata di dunia imajinasiku ini. Tapi aku, adalah seseorang yang 5 cm dekat denganmu. Sebagai bayanganmu. Yang mengikuti kemanapun kau berjalan tapi takkan pernah sempat menyadari kau nyata.
Dalam 5 cm ini [kataku], aku bertemu dengan gerbong, bukan lokomotif. Jadi aku takkan pergi kemana-mana. Kau, kau, kau. Orang yang dengan sengaja kubuang, kutinggalkan dan kulupakan.
Aku tidak membutuhkan gerbong, Tuhan! Aku butuh lokomotif yang akan membawaku ke sebuah tempat. Jadi jangan membuang waktuku dengan gerbong-gerbong itu.
23 februari 2011
Comments
Post a Comment