Skip to main content

Buku-buku belajar

Dalam perpustakaan tua dan usang....

Aku adalah buku biologi yang berkata bahwa satu makhluk dengan makhluk yang lain berkesinambungan dan membentuk simbiosis, dan simbiosis yang kumaksud adalah mutualisme...

kau adalah buku roman cinta yang dengan angkuhnya berkata tentang agungnya cinta dan mentuhankan cinta itu... memaksa semua orang untuk mengatakan cintanya, menembus semua dinding etika dan norma seperti romeo dan juliet...

Suatu ketika buku biologi dan buku roman ini berhadapan, saling berargumen...

Buku roman terus memaksa buku biologi untuk berkata bahwa simbiosis itu adalah sebuah perasaan cinta dan tak ada yang lebih menyenangkan dari kata cinta yang diungkapkan...

Aku berlari

menghindari buku roman yang terus memaksaku mengubah simbiosis menjadi cinta...

kau tahu kenapa ?

karena konsep kita berbeda...

cara kita memandang sebuah hubungan 2 makhluk yang berbeda sangat berbeda...

simbiosis mutualisme adalah ketika aku menjelaskan tentang kesinambungan itu dengan bahasa baku tak berhati dan kau menjelaskannya dengan sebuah kata panjang lebar dengan bumbu perasaan didalamnya.

menjadikan simbiosis yang kujelaskan menjadi mudah dimengerti, hangat dan bersahabat...

sekarang, katakan padaku...

apakah aku salah menjelaskannya dengan bahasa baku ?

dan apakah aku salah menjelaskannya tanpa hati ?

dulu, aku hanya ingin kau mengerti, bahwa aku hanya sebuah buku biologi yang belum berhati, tak ingin tersentuh roman manapun sebelum aku menelaah kata 'simbiosis' secara menyeluruh...

aku hanya buku yang menurut semua tulisan didalamnya, belum menjadi seorang guru yang mengimplementasikan sebuah tulisan...

saat itu, jika seseorang menuliskan 'saling menguntungkan', aku akan menyalahkanmu jika kau berkata bahwa 'menguntungkan' adalah memberikan dan menerima sebanyak yang diberikan, karena menguntungkan adalah memberikan dan menerima lebih dari yang diberikan... itulah aku saat itu

dan kau tak siap menerima aku yang dulu menjadi sebuah buku biologi...

kau menuntutku untuk menjadi sebuah ensiklopedi yang tahu segalanya dan mengaplikasikan segalanya...

aku tak sanggup

karena itu kubantah kata-katamu

aku tak mendengarkan pendapatmu

mengacuhkan semua penjelasanmu

dan menjauhi isi tubuh bukuku dari jangkauanmu...

agar aku bisa memiliki waktu sendirian

untuk memahami

dan waktu untuk memahani itu telah kulewati...

kini kau bukan lagi sebuah buku roman,

kau adalah naskah drama cinta...

semuanya berhubungan dengan kenyataan dan tak ada yang dapat kulakukan dengan itu...

meskipun aku tak lagi menganggap 'simbiosis mutualisme' adalah 'keuntungan' dan harus menerima lebih dari yang diberikan...

buku roman itu telah menghilang

dan aku takkan bisa masuk ke dalam sebuah drama cinta

karena aku adalah ilmu pasti

sedangkan drama cinta memiliki kekuatan dan lingkungannya sendiri

memiliki aktris-aktrisnya sendiri

dan jalan cerita sendiri...

maka aku akan mencari buku roman baru...

sambil menulis catatan ini...

atau...

lebih baik kucari buku fisika atau kimia ?

agar akulah yang menjadi buku roman baru...

tapi...

aku takkan memaksa buku fisika atau kimia untuk memahami cinta seperti biologi memahami cinta...

karena menurut fisika...

itu adalah... gaya saling tarik menarik yang sejajar dengan garis normal, memiliki gaya berat yang searah dengan pusat bumi...

dan menurut kimia...

reaksi dari Karbon dioksida dan air yang berubah menjadi oksigen untuk kehidupan dan energi hidup...

hai buku roman, hidup itu berjalan...

tapi tidak meninggalkan..

kukira kau takkan meninggalkan buku biologimu...

ternyata kau tak hanya meninggalkan buku biologimu didalam perpustakaan itu...

kaupun melupakan buku biologimu dan memilih bersama dengan aktris dalam naskahmu...

aku berbahagia untukmu...

karena dengan begitu...

kau akan lebih berbahagia...

buku roman lama-ku...

Comments

Popular posts from this blog

Berguru Dari Sang Guru Sejati

Bambang Kumbayana berperang melawan kaum raksaksa bersama sepupunya, Sucitra. Kesaktian Kumbayana memang tidak perlu diragukan lagi, bangsa raksaksa di Atasangin bagian barat musnah hanya dengan beberapa kali tebasan keris Kumbayana. Sepulangnya dari berburu itu, Kumbayana diusir oleh ayahnya, Resi Baratwaja,  yang tidak setuju dengan perbuatannya itu. Kumbayana kemudian pergi dari Hargajembangan. Tidak lama setelah kepergiannya, sepupunya, Sucitra pun pergi dari Hargajembangan menuju Hastinapura. Di negeri Tempuru, Kumbayana bertemu dengan Dewi Krepi, putri dari raja dan seorang sakti bernama Purunggaji. Dewi Krepi yang jatuh cinta pada Kumbayana kemudian mengikuti Kumbayana menuju Hastinapura dengan menjelma sebagai Dewi Wilutama. Saat masih menjelma menjadi Dewi Wilutama dengan ajian salinrogo, Dewi Krepi berhubungan badan dengan Kumbayana. Akibatnya, tubuh Dewi Krepi membusuk, namun dia tetap bertahan hidup karena mengandung anak dari Kumbayana.

Rumah Makan Ulah Lali: Nyicipin Sate dan Sop Iga yang Super Pasrah

Hari Sabtu kemarin adalah hari dimana saya membayar batalnya puasa saya di bulan Ramadhan. Karena ada sisanya sekitar 3 hari, jadi saya bayar puasa sekaligus hari Kamis, Jumat dan Sabtunya. Nah, kebetulan suami juga kayaknya kangen makan daging-dagingan, jadilah kami memutuskan untuk makan sate kambing. Saya sih gak suka ya sama sate kambing, biasanya saya pesen sate ayamnya aja. Lumayan bingung juga untuk daerah Kuningan mesti makan sate yang enak dimana. Maklum saya kan dari Bandung, kalo makan sate di Bandung sih ga usah bingung soalnya saya udah paham banget tempat makan dengan sate yang enak dan harganya murah. Tapi kalo di Kuningan? Kebetulan suami juga lama di Bandung dan jarang banget jalan-jalan ke Kuningan, jadilah ketika sama-sama gak taunya, kita memutuskan untuk cari via google. Dari google, kita cari keyword sate kambing Kuningan Jawa Barat , muncullah beberapa rumah makan yang menyediakan sate kambing, diantaranya ada Sate Cibeber dan Sate Jalaksana . Tapi kata

Beyond The Inspiration : Catatan Pemikiran Saya (Bagian 1)

"Pertanyaan yang salah tidak akan pernah mendapatkan jawaban yang benar." Saya dulu mempertanyakan,  WHY AM I CREATED THIS WAY WHILE OTHERS CREATED THAT WAY?  Saya menganggap itu pertanyaan fundamental yang akan mengungkap jati diri saya dan makna Tuhan dan saya. Padahal, sekarang saya sadari bahwa itu tidak lebih dari protes saya terhadap diri saya sendiri, terhadap apa yang saya miliki, terhadap apa yang tidak mampu saya dapatkan, terhadap apa yang orang lain miliki dan mampu dapatkan. Mengapa saya tidak seperti orang lain? Mengapa orang lain bisa mencapai sesuatu yang saya inginkan sedangkan saya tidak? Apa Tuhan mengesampingkan saya karena diri saya yang seperti ini? Pertanyaan-pertanyaan baru terus menerus muncul. Semakin kreatif rumusan pertanyaannya padahal latar belakangnya hanya satu: saya enggan menjadi apa yang Allah perintahkan kepada saya. Saya menganggap seharusnya ada cara lain yang Tuhan inginkan, ada cara lain, harus ada cara lain. Cara yang sejalur dengan